Senin, 13 Januari 2014

Enam Puluh Detik Kala Itu

Apa yang bisa dibicarakan dalam waktu satu menit oleh dua teman lama yang telah terlampau jauh di jarak maupun kehidupannya?
Menanyakan kabarnya? Ah, klise. Waktu akan terbuang percuma. Berkata kagum atas nilai kelulusan terbaik yang didapatnya? Bertanya “Kerja di mana sekarang?” Atau hal-hal lain?
Merah lampu lalu lintas terus menghitung mundur. Asap knalpot masih mengepul dari kendaraan-kendaraan di depan kami. Dia masih sama. Melintasi padat lalu lintas kota dengan motor matic-nya yang dulu, helm kumbang, earphone tertancap di kedua telinganya, dan pandangan lurus ke depan.
Kaki kirinya menapak, sambil menunggu hijau menyala-nyala. Kaki kiri yang kini sejajar dan memijak jalan yang sama dengan kaki kananku. Bersebelahan. Jika aku pura-pura menyenggol kakinya dan meminta maaf untuk menarik ekor matanya agar menoleh ke arahku, norak, tidak?
Dua puluh empat detik lagi dan aku belum berbuat apa-apa. Tapi, berbicara pun percuma. Ada sederet lagu yang sedang mengisi penuh telinganya. Ini hanya jalan yang—mungkin—biasa dia lalui, tak ada yang istimewa. Tak ada yang perlu diperhatikan, kecuali lirik dan nada-nada yang terus mengetuk pendengarannya.
Delapan.
Tujuh.
Enam.
Lima.
Empat.
Tiga.
Dua.
Satu.
Kendaraan mulai bergerak maju satu per satu. Tak terkecuali dia, dan kehidupannya.
Apa yang bisa dibicarakan dalam waktu enam puluh detik, oleh dua teman lama yang telah terlampau jauh di jarak maupun kehidupannya, yang salah satu pernah begitu lama mencintai satunya diam-diam?
Banyak, jika aku berani memulainya dengan “Hai, apa kabar?”


Jumat, 03 Januari 2014

Rahasia

Kinar menggapai-gapai dinding-dinding berlendir warna merah bata. Lebih mirip selaput. Robekan kecil akan bisa mengeluarkan Kinar dalam sekejap. Ia lupa sekali, apa yang diperbuatnya sebelumnya, di mana tempat ia terkungkung saat ini.
Bau anyir seperti luka. Merah bata seperti darah mengering. Berapa kalipun Kinar mencoba memanjat dinding-dinding itu, kakinya tergelincir jauh, terperosok masuk ke bagian yang semakin gelap.

***

Bima tertawa lepas. Sudah khatam ia berjanji, menaruh Kinar di hatinya. Semakin dalam Kinar melukai, semakin serius Bima mencintai.


Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com