Minggu, 13 November 2016

Mari Bicara


Mari bicara dalam seriuhnya riuh, dengan bahasa yang sesunyinya sunyi.
Tentang angin yang hilir mudik meniupkan rambut-rambut di sisi telingamu.
Tentang matahari yang perlahan turun sore itu.
Tentang garis-garis di dahimu saat kau terlalu lelah berpikir.
Tentang darah yang berdesir ketika kata-kata mulai kelu hendak terucap di ujung bibir.

Mari bicara dalam seriuhnya riuh.
Mari bicara dengan bahasa sesunyinya sunyi.
Ombak tergulung pelan menelantarkan harapan-harapan.
Rapi kau berkemas menuju pulang.

Apa yang kau kata?
Apa yang hendak kau ucap?
Bicarakan padaku
Tentang banyak hal.
Yang tak terlalu riuh,
Dengan bahasa yang tak lagi sunyi

Introver

Keramaian membuat kita mati perlahan. Dipaksanya kita untuk memalsukan tawa, perbincangan, dan uforia yang tak kita senangi demi untuk diterima. Demi untuk menjadi salah satu dari keramaian tersebut. Manusia-manusia berisik. Mereka pikir, hidup kita sekosong itu hingga kita dipaksa untuk terus melibatkan diri.
Padahal, kepala kita telah mampu menciptakan keramaian itu sendiri. Kita mencipta karakter-karakter dan terjun bebas di dalamnya. Kita bisa asyik meskipun sendiri. Di dalam kamar, di perpustakaan, di sudut ruangan, di tepi jalan. Kita tak butuh riuh, karena segala riuh yang paling kita gemari adalah percapakan-percakapan dengan diri kita sendiri. Dialog-dialog yang tak akan orang lain tanyakan kepada kita. Kita adalah kawan terbaik untuk jiwa kita.
Jika sudah terlalu senang tanpa harus menjadi orang lain, siapa yang butuh diterima?

Kamis, 03 November 2016

Pada Suatu Maghrib

1.
Seorang pria meringkik merapat
Depan pintu besi bekas toko plastik
Dekat sekali dengan pipa saluran air
Yang meneteskan bunyi-bunyian sisa hujan sesore
Perutnya bergemericik
Melantun bak aliran sungai
Melantur pikirannya berandai-andai

2.
Seorang pria duduk di pinggiran
Menyelaraskan lelahnya
Menghitung pundinya hari ini
Di samping sengat aroma sampah
Hasil pertarungannya dengan nasib hari ini
Harus pulang sekarang
Rengekan tangis anak
Dan biaya susu yang semakin mahal
Adalah penyemangat
Meski sang bini mulai berkedip
Dengan yang lebih berpenghasilan

3.
Seorang pria melonggarkan dasi
Yang mencekik dan menuntutnya
Lima hari dalam seminggu
Tujuh kilometer ditempuhnya
Kemonotonan yang mengayarayakan
Tapi tak juga ia pulang
Dengan menenggak jawaban
Atas pertanyaannya sehari-hari
Apa itu bahagia?

4.
Pada suatu Maghrib
Ribuan orang pulang
Dari keterpaksaan-keterpaksaan
Yang dirahasiakan

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com