Cung,
Kau punya hidup jangan
ditaruh begitu saja di samping bantalmu dan kau diamkan begitu lama seperti
tumpukan baju tak terpakai yang kau biarkan lusuh di barisan paling bawah.
Bukankah waktu terus mengejar meskipun kau sedang santai duduk di kursi rotanmu
sambil menghidupkan cerobong asap di bibirmu?
Cung,
Ini yang Ibu tak suka
darimu yang selalu menunda-nunda pekerjaan. Kau lelaki, dan kau harus mapan.
Bolehlah kau kata Ibu ini kuna. Hanya saja, orang kolot sepertiku justru yang
petuahnya sebagian besar telah teruji kebenarannya. Bukan kau harus menurutiku.
Bukan, Cung. Dan kau tak perlu marah sambil membanting pintu ketika Ibu mulai
mengumbar petuah-petuah lainnya yang tak kau suka. Tapi, sampai kapan kau mau
menjadi anak muda yang hidupnya sia-sia?
Cung,
Mungkin ini pula yang
tak bisa kau pahami dari aku yang selalu memanggilmu Kacung. Aku tahu, kau
segera meyingkir dariku sebab merasa tersindir karena kau tak becus melakukan
apa-apa sehingga aku memanggilmu Kacung. Bukan Nak, bukan seperti itu. Kalau
saja kau memberi waktu untuk keberanianmu bertanya pada Ibu, aku kubuatkan
gulai ayam kesukaanmu dan kita makan nasi dengan lahap sambil kujelaskan
mengapa aku memanggilmu seperti itu. Bahwa Kacung, akan selalu menjadi
panggilanmu hingga kelak kau sukses nanti. Sebab berhasilmu akan segera
menyokong dagumu hingga terangkat tinggi dan tak sanggup lagi memandang yang
rendah-rendah di bawahmu. Untuk itulah Cung, kupanggil kau Kacung agar kau
selalu ingat bahwa kita bukan siapa-siapa yang berhak merasa puas dengan apa
yang didapat.
Cung,
Sekian dulu. Jika suratku
tak kau balas, sudah pasti kesalmu masih bertengger untukku, sebab kau merasa
jengah didikte terus menerus oleh perempuan yang hanya bisa berkomentar seperti
ini setiap waktu. Bahkan jika tak ada telingamu yang bisa kukomentari, aku
masih terus melancarkan jurus bicaraku untuk didengar oleh kedua matamu yang
tengah membaca surat ini. Surat-surat ini masih Ibu kirimkan karena, Cung, Ibu
menyayangimu.
Selamat malam Cung,
didoakan kau mimpi indah dan menuai nyata yang lebih indah setiap hari. Dari
yang tak kau pandang terlalu sering,
Ibu.
3 komentar:
Cung,
Aku lapar.
Cung aku juga Cung
cung! dengarlah perkataan ibumu..
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)