Senin, 26 Mei 2014

Cung

Cung,
Kau punya hidup jangan ditaruh begitu saja di samping bantalmu dan kau diamkan begitu lama seperti tumpukan baju tak terpakai yang kau biarkan lusuh di barisan paling bawah. Bukankah waktu terus mengejar meskipun kau sedang santai duduk di kursi rotanmu sambil menghidupkan cerobong asap di bibirmu?

Cung,
Ini yang Ibu tak suka darimu yang selalu menunda-nunda pekerjaan. Kau lelaki, dan kau harus mapan. Bolehlah kau kata Ibu ini kuna. Hanya saja, orang kolot sepertiku justru yang petuahnya sebagian besar telah teruji kebenarannya. Bukan kau harus menurutiku. Bukan, Cung. Dan kau tak perlu marah sambil membanting pintu ketika Ibu mulai mengumbar petuah-petuah lainnya yang tak kau suka. Tapi, sampai kapan kau mau menjadi anak muda yang hidupnya sia-sia?

Cung,
Mungkin ini pula yang tak bisa kau pahami dari aku yang selalu memanggilmu Kacung. Aku tahu, kau segera meyingkir dariku sebab merasa tersindir karena kau tak becus melakukan apa-apa sehingga aku memanggilmu Kacung. Bukan Nak, bukan seperti itu. Kalau saja kau memberi waktu untuk keberanianmu bertanya pada Ibu, aku kubuatkan gulai ayam kesukaanmu dan kita makan nasi dengan lahap sambil kujelaskan mengapa aku memanggilmu seperti itu. Bahwa Kacung, akan selalu menjadi panggilanmu hingga kelak kau sukses nanti. Sebab berhasilmu akan segera menyokong dagumu hingga terangkat tinggi dan tak sanggup lagi memandang yang rendah-rendah di bawahmu. Untuk itulah Cung, kupanggil kau Kacung agar kau selalu ingat bahwa kita bukan siapa-siapa yang berhak merasa puas dengan apa yang didapat.

Cung,
Sekian dulu. Jika suratku tak kau balas, sudah pasti kesalmu masih bertengger untukku, sebab kau merasa jengah didikte terus menerus oleh perempuan yang hanya bisa berkomentar seperti ini setiap waktu. Bahkan jika tak ada telingamu yang bisa kukomentari, aku masih terus melancarkan jurus bicaraku untuk didengar oleh kedua matamu yang tengah membaca surat ini. Surat-surat ini masih Ibu kirimkan karena, Cung, Ibu menyayangimu.

Selamat malam Cung, didoakan kau mimpi indah dan menuai nyata yang lebih indah setiap hari. Dari yang tak kau pandang terlalu sering,
Ibu.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Cung,
Aku lapar.

Putripus mengatakan...

Cung aku juga Cung

MUHAIMIN A UNTUNG mengatakan...

cung! dengarlah perkataan ibumu..

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com