Saya
bukan orang yang punya selera fashion bagus
untuk diterapkan pada diri sendiri, begitu menurut Ibu saya. Sebagai orang yang
tumbuh dan berasal dari dimensi waktu ’60, tentu akan sulit menyamakan selera
dengan yang berasal dari era ’90. Seringkali kami masih suka bertengkar dengan
selera masing-masing, berargumen bahwa atasan ini tidak cocok dengan bawahan
itu, berpendapat sampai nada meninggi seolah-olah selera adalah sesuatu yang
telah diatur dengan mutlak: seharusnya begini.
I used to be a dark skinned girl
when I was elementary school, eh, sampai sekarang
sih. Tapi dulu adalah masa tergawat di mana saya harus pilih warna baik-baik
agar tak dipandang sebagai sesuatu yang menyala dalam gelap. Mencoba berpakaian
biru terang adalah kesalahan terbesar yang saya ingat. Kakak dan Ibu saya
sering kesal melihat saya memakai itu, terlalu mencolok seperti apa (saya juga tidak tahu apa itu maksudnya apa), tak enak
dilihat, dan perkataan lainnya yang membuat saya minder dan seolah warna kulit
seperti yang saya punya hanya ditakdirkan untuk beberapa warna pakaian saja.
Jadi selama bertahun-tahun, saya hidup dengan menerapkan kehati-hatian tak
hanya saat akan menyeberangi jalan raya, tapi juga dalam hal berpakaian.
Bergerak
ke arah dewasa, saya semakin tertarik menjelajahi dunia maya dan mengamati
bagaimana perkembangan fashion dan
selera berpakaian orang-orang dari waktu ke waktu. Tak ada yang menduga bahwa fashion bisa seajaib ini. Ini menarik,
bagaimana gaya berpakaian yang di satu masa hanya dipakai oleh anak-anak cupu,
lalu di masa selanjutnya juga dikenakan dan jadi tren di kalangan lainnya.
Bagaimana sesuatu yang enak dipandang, bisa disulap dengan padu-padan yang
eksentrik tapi justru kuat nilai seninya. Jadi, menurut saya selera fashion adalah hal yang layak dijadikan sebagai
bahan permainan, tantangan untuk mencoba hal-hal baru. Mencoba tren berpakaian
baru, juga warna-warna baru. Berpakaian bukan lagi sekedar kebutuhan primer
untuk menutupi anggota tubuh. Beberapa yang saya tahu, berpakaian bahkan naik
tingkat menjadi media eksperimen untuk pencarian jati diri. Idealisme. Mencari
titik kenyamanan atau justru mencoba keluar dari zona nyaman. Dua-duanya
melibatkan proses yang sama-sama menarik, lebih menarik dari sekedar memilih
warna apa yang sesuai dengan kulit kita. Perempuan-perempuan itu, pada akhirnya
tetap terlihat cantik memakai apapun.
Ditambah
lagi, akses internet yang sekarang tersedia di mana-mana. Orang-orang berlayar
ke sana-kemari mengunjungi toko-toko online
yang menjual keperluan fashion untuk
menunjang penampilan. Tren berbelanja online
juga sedang menjamur. Beberapa saling bersaing harga dan kualitas. Salah
satunya, saya coba jalan-jalan ke salah satu situs fashion olshop di Indonesia yang sudah punya nama besar, Zalora.
Menggembirakannya, banyak potongan harga di sana-sini dan situs tersebut
menyajikan banyak sekali fashion item yang
beberapanya sudah pasti ada dalam wishlist
jutaan umat. Terlebih, untuk yang berhijab seperti saya, tak perlu lagi
kerepotan mencari pakaian yang sedang in
tapi dengan budget terbatas. Di sini,
Zalora bersama Zoya menyediakan berbagai pilihan pakaian dan lain-lain untuk menunjang
penampilan bagi yang berhijab. Tak seperti olshop
dengan brand ternama lainnya,
menurut pengamatan saya, Zalora menyediakan yang harganya lebih miring, namun
dengan kualitas dan brand yang sama.
Pintar-pintar memilih, pintar-pintar menemukan.
Sudah
hampir 2015. Dan berpakaian, tak lagi harus sesulit dulu.