Rabu, 16 Juli 2014

Sirkus


Saya ingat ketika ayah saya bawa saya ke sebuah sirkus. Sirkus pertama dan terakhir yang saya lihat. Tendanya garis-garis merah-putih, persis seperti yang saya lihat di televisi. Memang tidak terlalu luas arenanya, tapi peduli apa. Waktu itu saya masih kecil, dan sirkus yang tidak terlalu luas tapi begitu riuh oleh tepukan tangan penonton itu, toh tetap berhasil menjadi salah satu dari bagian masa kecil saya yang membahagiakan.
Jadi, saat ini, ketika beranjak dewasa, mungkin hidup memang lebih mirip seperti pertunjukan sirkus. Penuh trik. Kamu pawangnya, kamu tuan rumah dari hidupmu sendiri. Otak harus terus berjalan agar bisa melakukan sesuatu yang bisa membahagiakan diri sendiri dan orang lain yang terlibat sebagai penonton dalam kehidupan kita. Kamu tak akan bisa  memimpin sebuah pertunjukan sirkus dengan baik ketika kamu tidak mengalami seribu satu malam penuh peluh dan latihan tanpa henti. Kamu tidak akan bisa membuat orang lain bangga kalau kamu sendiri belum merasakan sendiri proses jatuh-bangun dan siklus putus-asa-tapi-harus-tetap-semangat.
Kita ini manusia-manusia pemimpin sirkus yang mempersilakan orang lain untuk mendukung segala usaha terbaik kita. Pun kita, dipersilakan oleh mereka untuk melakukan sesuatu yang membuat mereka bangga dan bahagia. Rumit sekali. Tapi segala tenda-tenda sirkus dan koloni orang-orang di dalamnya pun punya tujuan yang sama, agar sirkus yang dijalankan berhasil.
Tinggal bagaimana usaha kita agar pada akhirnya, sebagai pemimpin sirkus, bisa berdiri di atas podium kecil dan merentangkan kedua tangan. Senyum paling lebar. Melepas topi, dan membungkuk penuh rasa terima kasih atas apresiasi dan tepukan tangan yang berdesakan memenuhi area sirkus kita masing-masing.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com