Saya
ingat ketika ayah saya bawa saya ke sebuah sirkus. Sirkus pertama dan terakhir
yang saya lihat. Tendanya garis-garis merah-putih, persis seperti yang saya
lihat di televisi. Memang tidak terlalu luas arenanya, tapi peduli apa. Waktu
itu saya masih kecil, dan sirkus yang tidak terlalu luas tapi begitu riuh oleh
tepukan tangan penonton itu, toh tetap
berhasil menjadi salah satu dari bagian masa kecil saya yang membahagiakan.
Jadi,
saat ini, ketika beranjak dewasa, mungkin hidup memang lebih mirip seperti
pertunjukan sirkus. Penuh trik. Kamu pawangnya, kamu tuan rumah dari hidupmu
sendiri. Otak harus terus berjalan agar bisa melakukan sesuatu yang bisa
membahagiakan diri sendiri dan orang lain yang terlibat sebagai penonton dalam
kehidupan kita. Kamu tak akan bisa
memimpin sebuah pertunjukan sirkus dengan baik ketika kamu tidak
mengalami seribu satu malam penuh peluh dan latihan tanpa henti. Kamu tidak
akan bisa membuat orang lain bangga kalau kamu sendiri belum merasakan sendiri
proses jatuh-bangun dan siklus putus-asa-tapi-harus-tetap-semangat.
Kita
ini manusia-manusia pemimpin sirkus yang mempersilakan orang lain untuk
mendukung segala usaha terbaik kita. Pun kita, dipersilakan oleh mereka untuk
melakukan sesuatu yang membuat mereka bangga dan bahagia. Rumit sekali. Tapi
segala tenda-tenda sirkus dan koloni orang-orang di dalamnya pun punya tujuan
yang sama, agar sirkus yang dijalankan berhasil.
Tinggal
bagaimana usaha kita agar pada akhirnya, sebagai pemimpin sirkus, bisa berdiri
di atas podium kecil dan merentangkan kedua tangan. Senyum paling lebar.
Melepas topi, dan membungkuk penuh rasa terima kasih atas apresiasi dan tepukan
tangan yang berdesakan memenuhi area sirkus kita masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)