Hal
terbaik dari penghujung tahun adalah ketika masih bisa ingat hal-hal apa saja
yang sudah dialami setahun belakang. Dibanding tahun 2014, saya lebih
menggemari 2013 karena saya bisa bertemu banyak kesempatan baru. Tapi, pasti
tak ada hari yang sia-sia, kan?
Tahun
ini, tahun yang seru karena bisa mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa
Wangkal, Sidoarjo. Untungnya, dapat teman-teman sekelompok yang kacau gilanya.
Tidak butuh waktu lama untuk adaptasi. Bisa cepat kenal akrab karena mereka
yang paling tahu kacaumu setelah bangun tidur, berantakannya kamu di rumah,
hingga rapi dan cantikmu. Mereka mengenalimu 24 jam setiap hari, lebih dari
teman-teman yang bertahun-tahun hanya menghabiskan waktu denganmu ketika kamu
sudah berdandan saja.
Setelah
KKN, dilanjut dengan tugas negara terberat sepanjang sejarah: menyelesaikan
skripsi. Ini fase favorit saya, karena bisa dibilang bahwa di fase ini saya
berhasil kompromi habis-habisan dengan diri sendiri untuk tak mudah bosan dan
wajib menyelesaikan satu semester. Kualitatif, 800 sekian halaman, kurang dari
enam bulan. Bangga sekaligus malu, sebab terkesan berlebihan. Bisa komitmen
tanpa drama dan air mata (iya, sama sekali) untuk hal yang satu ini adalah
pencapaian terbesar saya di 2014.
Semua
itu diakhiri demham wisuda dan disusul oleh status yang makin-makin dahsyat
saya rasakan sebagai ‘pengangguran’ dibandingkan ‘lulusan sarjana’.
Kekosongan
hari diisi dengan jalan-jalan ke Jogja. Lebih bisa dibilang kabur, karena
ketika mudik saya hanya di situ-situ saja, makan dan bertelur di rumah saudara
di Kutoarjo. Beberapa bulan setelah mudik, liburan tambahan didapatkan dengan
jalan-jalan ke Bandung, Pasar Seni ITB 2014. Sebagai anak gaul pemula, Pasar
Seni ITB cukup menarik. Hanya saja, saya dan teman-teman kurang terampil
mengakrabi venue yang begitu luas.
Kesal juga, datang paling pagi dan pulang paling malam tak membuat kita cukup
menikmati semua hiburan yang ada.
Sepulang
dari Bandung, saya ditarik Mama ke Kutoarjo, menemani nenek yang dirawat di
ICU. Pengalaman baru tidur di ruang tunggu ICU celama lima hari (sungguhan
nonstop). But that was a cool days. Saya
tak menyangka bisa bergaul dengan saudara-saudara Mama sebegitu asyiknya,
mengingat usia beliau-beliau jauh di atas saya. Waktu demi waktu dibunuh dengan
ngobrol banyak hal selama lima hari penuh. Dan yang paling menyenangkan adalah
lima hari tanpa gadget dan saya masih hidup. Dan tentunya, nenek saya juga kembali
sehat.
Tahun
2014, (sempat) diterima bekerja sebagai freelance
writer di sebuah web developer di
Jogja. Tapi statusnya masih di ambang. Diterima tapi belum juga dapat
pekerjaan. Selanjutnya, mungkin tinggal menunggu dan mencari-cari kesempatan
yang lain. Lalu di akhir tahun, tiba-tiba dihubungi salah satu brand kenamaan di dunia fashion. Mengaku tertarik dengan blog
saya, beliau meminta saya membuatkan artikel. Penawaran kerjasama yang sangat
sulit ditolak. Penantian berbuah manis. Semoga hari-hari selanjutnya masih ada
yang seperti ini.
Jadi,
2014 tidak membawa saya pada banyak perubahan baru yang menyenangkan bila
dibagikan. Saya tak banyak melakukan hal-hal penting berbau resolusi. Tahun 2014
justru lebih banyak diwarnai dengan beberapa perpisahan. Perpisahan dengan
teman-teman kuliah yang selalu ke mana-mana berbanyak selama empat tahun.
Perpisahan dengan rutinitas magang yang lebih terasa seperti main-main daripada
kerja kantoran. Perpisahan dengan diri yang lama sebagai mahasiswa. Tapi,
tentu, yang namanya perpisahan tak akan membawa kita pada sesuatu selain awal
yang baru. Saatnya berjalan dengan peruntungan masing-masing.
Saya
harap, di tahun 2015 perpisahan itu masih akan berlanjut. Perpisahan dengan
segala keburukan yang lama menjadi ampas di dalam diri sendiri. Semoga apapun
yang terjadi, saya dan kamu tetap dituntun menuju sesuatu yang lebih baik.
Aamiin.