Itu tak penting. Sungguh, baginya, siapa Jaya bukanlah hal yang penting dan menarik untuk diceritakan. Jaya adalah apapun yang bersarang pada persepsi orang ketika memandangnya.
Dengan pakaian yang compang-camping, orang menganggapnya pengemis muda yang baru terjaga setelah mimpi panjangnya sebagai milioner semalam. Tapi Jaya tampak mengenakan jam tangan berbahan tali dari kulit asli dan kuning keemasan mengikat manis bingkainya. Tampak baru. Maka orang akan mengira bahwa Jaya adalah anak orang kaya yang baru kembali dari malam gemerlapnya di sebuah bar, tanpa tergagas ide akan menjadi pria seperti apa ketika bangun dalam keadaan mabuk paginya.
Uraian tentang Jaya, bukanlah hal yang penting. Dan apa yang dipikirkan orang tentangnya jauh lebih tak penting. Ia jalan tertatih seperti begitu lelah. Tapi, benar juga. Ia tak tahu seperti apa hidupnya akan berlanjut kemudian, sepuluh jam ke depan, atau sepuluh menit kemudian.
Bukankah hidup adalah sebuah taruhan besar di atas meja judi? Begitu sebaris kalimat yang pernah dibacanya, dituliskan oleh keresahan dan keputusasaan si penulis tentang hidupnya sendiri. Dan perempuan-perempuan nakal yang menggenapkan bahagianya hanyalah redup nyala lilin yang akan kembali menggelapkan Jaya ketika hasrat mereka telah habis masanya. Jaya mengendus hidupnya, entah.
Bahkan bayangannya saja hanya muncul samar, malu dan tak mau terlibat banyak di balik kaca. Enggan menjelaskan siapa Jaya. Barangkali Jaya memang apapun yang bersarang pada persepsi orang ketika memandangnya.
Pukul setengah dua dini hari, saya menulis ini sebab Jaya tiba-tiba tercipta di kepala saya sedari tadi. Sebab saya terus berusaha menemukan cerita untuk Jaya yang terlihat gundah memandang dirinya di balik kaca dan tak mengenakan pakaian rapi pukul enam pagi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)