“Pelangi
tak pernah selingkar sempurna. Ia hanya membusur, entah ujungnya berada di atap
rumah siapa. Aku, pernah memimpikan ujung pelangi itu berada tepat di atas
rumahku. Sebuah pelangi yang permanen, yang tak hanya muncul seusai hujan
seperti cerita lama. Namun, justru pelangi yang menjatuhkan hujan warna-warni..”
“Bisa
dimakan seperti permen?” tanyamu, memotong pembacaan cerita yang baru saja
kutulis.
“Ya,
bisa dimakan seperti permen!” jawabku antusias. Kutambahkan sebaris kalimat
yang kaulontarkan barusan ke dalam bukuku.
***
“Ah,
bosan. Ceritamu bagus, tapi aku bosan didongengi setiap hari. Makan, yuk!"
sergahnya, ketika belum selesai kubacakan satu tulisan terbaruku tentang
pohon-pohon yang sedang meranggas.
Selesai.
Aku menutup bukuku. Dia mematikan kembali mimpi-mimpiku.
Tak
terasa, ada air mata yang pelan-pelan ikut meranggas, meninggalkan si bola mata
yang khusyuk berada pada tempatnya dan menyesali kedatangan orang baru yang tak
lagi sama.
Dia
yang bukan kamu. Tak akan sama.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)