Di
malam yang sudah larut ini, saya baru saja menengok salah seorang teman saya.
Beberapa waktu yang lalu kami sempat bergila-gila bersama, menjadi dekat
seperti sudah lama kenal, padahal asing sama sekali.
Dia
sudah sukses, tanpa kabar. Ah, entahlah, sukses atau belum. Tapi, dia telah
memulai sebuah langkah besar pada apa yang menjadi passion-nya. Langkah yang besar sekali,
malah. Untuk seseorang sepertinya yang cenderung tertutup. Tapi, saya akui,
pendalamannya untuk hal-hal yang dia sukai memang mati-matian. Habis-habisan.
Pengetahuannya di bidang itu, luasnya luar biasa, meskipun belum seluas langit
Tuhan.
Lalu,
ini nahasnya. Dari situ saya melirik diri saya sendiri. Haha, sial sekali. Beda
usia kami hanya beberapa minggu. Dia mulai sibuk mengejar cita-citanya,
sedangkan saya masih begini-begini saja. Makan, minum, mandi, BAB, kuliah,
bermain, tidur. Begitu-begitu saja.
Baiklah,
mengejar cita-cita. Aduh, ini berat sekali.
Dulu,
cita-cita saya banyak. Saya kolektor cita-cita dan keinginan. Ingin jadi
insinyur pertanian, chef, penjahit, penjaga Taman Safari, dan lain-lain. Tapi, semua
orang tahu bahwa semakin ke sini, kita harus semakin realistis. Jujur, di usia
saya yang sekarang, saya tidak tahu cita-cita saya. Mungkin saya adalah orang
terpasrah yang terlalu mengikuti arus. Sejak masuk kuliah hingga semester enam
ini, saya masih suka berpikir: kelak lulus, bisa mendapatkan kerja apapun
dengan gampang, sudah Alhamdulillah.
Iya,
apapun. Apapun. Tidak ada hal
spesifik yang saya inginkan menjadi apa saya kelak. Bahkan saya pernah begitu keukeuh ingin menjadi ibu rumah tangga
yang baik dan benar saja. Tapi, kasihan orang tua juga yang menyekolahkan saya
tinggi-tinggi. Saya juga heran kenapa saya begitu dangkal seperti ini.
Mereka
bilang, mungkin saya jadi penulis. Saya bahkan mengklaim bahwa menulis hanya
sekedar hobi. Tidak ada niatan yang serius untuk menjadikannya sebagai
pekerjaan. Lagipula, saingan terlalu berat. Calon penulis lain lebih handal.
Meskipun, kalau benar-benar diperjodohkan dengan profesi itu, saya mau-mau
saja. Tapi masalahnya, untuk memulai saja niat saya sudah loyo duluan. Jadi, apa yang bisa dimulai?
Terus,
apa yang bisa saya kejar kalau saya tidak punya cita-cita?
Yah,
semoga besok bangun pagi dan saya menemukan cita-cita saya di tengah perjalanan.
Aamiin.
8 komentar:
"Lagipula, saingan terlalu berat. Calon penulis lain lebih handal."
Berhenti menulis aja sekalian.
Go hard or go home.
"Go hard or go home"
Makasih, akan saya lakukan bersamaan, tanpa "or" :)
Anda salah satu yang terhandal menurut saya,, :D
Hidup bagai air mengalir itu manusiawi kok. :D
Hidup bagai air mengalir itu manusiawi kok. :D
Makasih Agnes, tapi rasanya masih jauh :)
Kak, sepotong keju-mu sepertinya membuatku ingin terus mengicipi setiap remahan-remahannya. Ah, sepertinya aku kecanduan :3
Aduh Nisa, terima kasih. kasih masukan ya :)
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)