Aku
selalu menanyakan beberapa hal ini dalam hati: bagaimana bisa cairan kuning dan
putih dapat tumbuh menjadi calon ayam? Bagaimana bisa cangkang sekecil ini
mampu menyimpan tubuh seekor anak ayam? Jika kupecah cangkangnya, lalu
kupindahkan isinya ke dalam plastik dan menaruhnya di tempat yang hangat,
apakah mereka masih bisa berubah menjadi ayam?
Siapa
yang berkonspirasi di balik perubahan cairan menjadi benda padat berwujud
makhluk bernama ayam ini? Kudengar-dengar, namanya Tuhan. Siapa itu Tuhan?
Ck,
aku selalu melamun seperti ini ketika menghabiskan pagiku di dekat peralatan
memasak. Spatulaku tangkas membalik telur mata sapi yang mulai matang bagian
bawahnya. Memasak telur seperti ini kadang terasa melelahkan. Sebentar lagi aku
akan istirahat. Sebentar lagi, setelah telur kelima belas ini matang.
Persediaan
telur ayam di rumah kami sangat banyak. Di dalam kulkas, di keranjang-keranjang
kecil, bahkan di atas kursi. Sangat banyak, sampai-sampai suamiku begitu takut
kalau-kalau mereka menetas tiba-tiba.
“Cepatlah!”
di meja makan, suamiku mulai berkokok. Kubawa kelima belas piring telur mata
sapi sesegera mungkin. Pagi ini, sekali lagi, kami melahap habis calon anak-anak
kami.
Sebab
kami hanya belum siap memiliki anak.
Lagipula,
mereka begitu lezat.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)