Saya
tidak tahu, apakah saya akan duduk-duduk di sini saja atau berjalan
mondar-mandir sambil berkali-kali menengok arloji. Atau, bisa juga saya
langsung pulang, lalu menonton DVD di rumah. Tapi, dia akan marah-marah jika
saya tak meneleponnya.
Kenapa
memiliki kekasih jadi rumit sekali? Kenapa kita harus repot-repot memberi
kabar, mengalahkan intensitas komunikasi kita pada orang tua yang jauh di sana.
Padahal, ia yang terlambat. Ia yang salah dan memang sudah seharusnya saya
meninggalkannya sejak sembilan belas menit yang lalu. Tapi, saya memiliki
keyakinan kuat bahwa nantinya dia yang akan berkomentar panjang lebar perihal
keterlambatannya dan betapa teganya saya kalau pulang tanpa memberi kabar.
Yang
seperti ini, sudah kali ke sebelas. Dan sebanyak itu pula saya tidak tahu
harus bagaimana.
Kenapa
memiliki kekasih menjadi begitu rumit?
“Halo, kamu masih di sana, kan?
Lima menit lagi, lima menit lagi, jangan pulang dulu ya. Daah”
Begitu
mudahnya untuk dia memutuskan, dan begitu sulitnya untuk saya sedikit melawan.
Seperti yang sudah-sudah, ternyata saya masih betah menjadi satu yang menunggu
lebih lama.
2 komentar:
Hiks... :(
Apa karena si 'saya' terlahir untuk setia? Hehehe. Salam. :)
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)