Aku membawa otakku di dalam tas
berbentuk dadu kecil ini, ke mana-mana. Kata orang, kepalaku tak berisi otak,
kosong melompong tak punya akal. Mereka bilang, jikapun aku memiliki otak,
kumasukkan ke saku celana saja aku akan kerepotan untuk mengambilnya lagi,
tersangkut benang-benang dan kotoran di sudut saku, terhimpit saking kecilnya.
Iya, aku membawa otakku di dalam tas
berbentuk dadu kecil ini, ke mana-mana. Mereka tak tahu betapa ringannya tak
menaruh otak di kepala. Mereka terlalu banyak bicara ini dan itu, membanggakan
hal yang bukan-bukan hingga otak mereka menjadi besar, namun tak ada isinya.
Bobot kepala mereka bertambah oleh kesombongan dan nalar-nalar tak jelas yang
hanya menjadi tameng pembenaran ketika mereka jelas salah. Buntu.
Padahal, jika mereka meniru caraku—membawa
otakku di dalam tas—mereka tak akan sekenanya bicara. Mereka akan lebih pandai
memilah, sebab hatilah yang mendominasi raga. Perasaan. Bukan nalar kosong yang
terutara hingga mencabik-cabik derajat orang. Sepertiku, mereka tak akan lagi banyak
berpikir, melainkan merasa.
Ketika pulang, menjelang tidur, baru
kukenakan kembali otakku sedangkan di luar sana orang-orang itu sibuk melucuti
pakaian mereka dan menjalankan hal yang tidak-tidak. Mereka tak tahu betapa
ringannya tak menaruh otak di kepala, jika meletakkannya di dalam tengkorak pun
menjadikanku seperti mereka.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)