Jumat, 13 Maret 2015

Hari 3: Kain



“Sapu tangan bisa menyeka keringatmu. Darahmu juga. Cepat-cepat hapus, jangan mau dikeringkan duluan oleh angin” katanya sambil menyodorkan selembar kain warna abu-abu dengan garis-garis hijau di tepiannya. Bisa saja ia berbasa-basi setelah dicideraiku oleh amarahnya. Sekantung penuh rupiah telah direnggutnya dengan mudah dari saku celanaku.
Ini pemberianku, sapu tangan yang di beberapa bagiannya telah berhiaskan bercak-bercak darah yang tak mau singgah meski berulang kali dicuci ini. Darah-darahku. Biar kuhitung nanti di Neraka, atau jika Tuhan keliru menjebloskannya ke Surga.
Biar dia lupa siapa yang telah memungutnya di jalanan setelah kelaparan mencengkeram erat tubuhnya yang kering kerontang saat itu. Biar dia lupa siapa yang lebih dulu rela menganggapnya saudara dan menyingkirkan segala kepentingan pribadi demi ia bisa hidup layak. Biar dia lupa siapa yang memohon-mohonkan pada Tuhan, mendoakannya tiap hari seusai ibadah, agar orang tuanya diberikan jalan untuk menemukannya.
Biar dia lupa, siapa yang telah lama menahan lelah menjadikannya saudara, bekerja keras membanting tulang dari pagi hingga malam untuk menopang kebutuhannya berfoya-foya.
Biar dia lupa, dia hanya siapa.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com