“Aku ketemu belalang betal, Ma!” Hanggara mendorong pintu
dengan keras dan melempar sepatu putihnya yang telah berubah menjadi cokelat,
basah penuh tanah. Pun tasnya, dilemparkan begitu saja. Cepat-cepat ia mengisi
gelasnya dengan air putih lalu meneguknya cepat hingga gelas kembali kosong. “Betal tekali! Matanya tegini”
lidahnya yang belum fasih berkata-kata rupanya tak menghalangi berapi-apinya
Hanggara ketika menemukan hal menarik dari perjalanannya bermain di semak-semak
yang agak jauh dari rumah bersama kawan-kawan di kompleknya. Kedua tangannya
membentuk bulatan di depan mata. Untuk membuat kisahnya terasa lebih nyata, tak
lupa bocah kecil itu ikut membelalakkan matanya.
“Oh ya? Besar sekali memangnya?” tanya
Mama yang sedang sibuk dengan pancinya, sup sedang dimasak, aromanya sudah
menggoda-goda.
“He’em. Siska nangis, Ma, tapi aku belani. Betal, Ma, tapi kulus, tegini” Hanggara mengacungkan
kelingkingnya. “Walnanya hijau, buninya... bip-bip, bip-bip”
“Oo.. bunyinya seperti robot?”
“Iya! Tapi antenanya bagus, Ma. Ada
lampunya dua di tini” giliran dua
telunjuk Hanggara mencuat dari kepala, membentuk dua antena.
“Ya sudah, cuci tangan sama kaki dulu
sana, nanti habis ini kita makan sup ayam kesukaan Hanggara. Cepat, ya”
“Iya, Ma!” Hanggara berlari ke kamar
mandi.
Ceritanya belum berakhir. Hingga ayahnya
pulang dari kerja, makan malam bersama, bahkan setelah doa akan tidur
diucapkan, cerita itu masih terus diulangnya. Kedua orang tua Hanggara
menanggapi basa-basi, “Oh ya?”, “Wah”, dan sejenisnya agar tampak terkesima.
Belalang yang sebesar kelingking anak
kecil, yang melompat dari rumput ke rumput, daun ke daun, bukan hal yang
menakjubkan lagi untuk kedua orang tuanya. Meskipun, mereka pernah merasakan
hal yang sama seperti Hanggara semasa kecil dulu. Takjub dan penasaran sebab
tak pernah berhasil menangkapnya.
Begitu mereka kira.
Padahal, apa yang dilihat Hanggara
bersama teman-temannya, jauh berbeda dengan apa yang orang tua mereka pikirkan.
Besoknya, para warga dihebohkan oleh
berita melesatnya sebuah lempengan besi bercahaya yang diduga UFO, yang sempat
melintasi wilayah komplek. Di depan televisi, Hanggara kencang berseru, “Belalangnya
kemalin naik itu!”
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)