Halo, Pa, apa kabar ?
Beberapa hari kemarin aku mimpi Papa tiba-tiba datang bawain setumpuk SIM dan KTP baru yang sudah jadi. “Ini, Papa bikinin banyak, buat jaga-jaga kalau kamu teledor ngilangin KTP sama SIM lagi. KTP sama SIM kok bisa sampe ilang!” begitu katamu, Pa.
Lucu. Apa yang aku alami, seperti Papa ikut tahu. Seperti Papa ingin ikut ada di sini buat aku. Makasih, Pa. Walaupun kata Freud, mimpi itu hanya refleksi dari hal-hal yang kita inginkan, hal-hal yang kemudian kita repress. Ya, mungkin bukan sepenuhnya kamu yang datang di mimpiku malam itu dan malam-malam biasanya. Mungkin itu cuma bunga tidur yang indah hasil dari hari-hari yang aku lewati dengan me-repress rasa kangenku buat kamu, Pa.
Dan hari ini, akhirnya aku lihat video itu lagi. Dua video yang aku rekam 2009 lalu, waktu Papa membuat si Caca yang masih berumur sekitar lima bulan tertawa. Kamu adalah orang terbaik yang bisa membuat Caca tertawa sekeras itu.
Aku nggak pernah merekam apapun dari kegiatan Papa, sampai beberapa hari sebelum itu Mama memintanya. “Fotoin Papa yang banyak ya, Put. Rekam Papa. Sebelum kita nggak bisa lihat Papa lagi. Paling nggak, setelah Papa nggak ada, masih ada yang bisa kita lihat dari Papa”. Bukan bermaksud mendahului takdir, hanya saja, seperti yang Papa tahu, kita pun sudah tahu akan berakhir seperti apa penyakit Papa.
Rasanya mau nangis, Pa. Kenapa Papa cuma ada di dalam rekaman video ? Di dalam layar handphone yang nggak lebih besar dari genggamanku ?
Tapi, as always, I promise you I’ll be strong.
Oiya, Mama cerita, mimpi Papa ngajak Mama pergi. Jangan Pa, Mama jangan dibawa ke mana-mana. Aku masih butuh Mama, aku cuma punya Mama.
Take care ya, Pa.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)