Kamis, 01 Maret 2012

Di Balik Telepon

Kudengar kau sedang rembugan, dengan kekasih di ujung gagang telepon. Beradu negosiasi untuk berdamai saja, bukan berhenti dan berpaling dari hubungan. Kau menangis terseok-seok, sementara kekasihmu masih dengan suara parau mencoba menenangkanmu.
Kau kalut, sama kalutnya dengan debu-debu yang bertebaran di dekat lalu lintas yang macet. Sesak, geram. Kau menangis sejadinya, lalu sekali lagi, kau memohon-mohon untuk kekasihmu mempertahankan segala dua tahun terakhir yang tak mau kau saksikan robohnya perlahan. Kau tak mau dirajam oleh kalimat-kalimat maaf dan ketidakmampuan kekasihmu untuk menggenggammu lagi.
Gagang telepon kau jatuhkan. Suara kekasihmu masih tergantung di udara, sedang kau hanya memperdengarkan isak tangismu yang kau sembunyikan di balik kedua tangan yang mendekap wajahmu sendiri.
“Halo, Ran.. Rani, jawab aku, Ran. Ayolah, Ran. Ini memang bukan jalan kita. Kamu jangan mati-matian berusaha mempertahankan aku. Ran..”
Tak pernah sebelumnya kau menangis begitu dalam, namun hanya hening yang terajut. Kau berduka sendirian setelah tak lama kemudian, kekasihmu menyerah. Nada telepon yang sengaja dimatikan menyeruak dari gagang telepon yang masih tergantung bersama sisa-sisa asa yang kau punya.
Kudengar kau sedang rembugan, dengan jantung dan hati di balik dada yang kau peluk rapat. Berharap seseorang mendorongmu hingga jatuh, dan kau dapati dirimu terbangun kesakitan di bawah tempat tidur, lalu tak lama kemudian telepon berkoar-koar. Berharap, di seberang sana, seseorang yang sama masih menunggumu mengangkat gagang telepon dan disambutnya kau dengan nada sapaan secerah matahari pagi, “Halo, selamat pagi, Sayang. Sudah bangun?”

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com