Ada
bulan dan bintang di bawah langit, lekat merekat pada ujung kubah Masjid.
Terasa dekat pada setiap ruku’ dan sujud di lima waktu, merajut doa dalam
kalimat-kalimat suci dan pujian terhadap Rasul untuk dihantarkan pada Yang Esa.
Ada
teduh lukisan bidadari yang hadir dalam mozaik kaca pintu Gereja. Menyambut
hadir mereka yang hendak melantunkan doa dalam merdu nyanyian terhadap Tuhan.
Memuliakan Yang Dimuliakan.
Ada
semerbak aroma hio yang kuat, bersanding
dengan sesajian, mengantar para peribadat melabuhkan khusyuknya di depan meja
sembahyang Vihara. Khidmat melakukan puja
di hadapan Budhha rupa.
Ada
dupa-dupa yang terbakar, juga kawangen yang
dihimpit ujung telapak tangan yang tengah mengatup di depan ubun-ubun.
Mantera-mantera berayunan dalam ucap dan hati para pelafalnya di Pura, dalam kesahajaan
posisi duduk yang tenang.
Pula,
ada harap dan doa yang terlantun dalam dada para pemeluk Konghucu, menyimpuhkan
dirinya pada altar Kelenteng. Diiringi harum lilin dan hio, mereka mengucap syukur atas nikmat pemberian Tian.
Ada
manusia-manusia yang menyodorkan telunjuknya untuk menuding dan menghakimi,
untuk berkata benar dan salah pada keyakinan manusia lain. Perdebatan tak
kunjung usai layaknya kelinci sibuk menangkap ekornya sendiri. Tontonan yang
melelahkan.
Tuhan
sajalah, Yang Maha, Yang lebih Berhak atas segala.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)