Sabtu, 09 Februari 2013

Sebab Kita Bukan Yang Maha


Ada bulan dan bintang di bawah langit, lekat merekat pada ujung kubah Masjid. Terasa dekat pada setiap ruku’ dan sujud di lima waktu, merajut doa dalam kalimat-kalimat suci dan pujian terhadap Rasul untuk dihantarkan pada Yang Esa.
Ada teduh lukisan bidadari yang hadir dalam mozaik kaca pintu Gereja. Menyambut hadir mereka yang hendak melantunkan doa dalam merdu nyanyian terhadap Tuhan. Memuliakan Yang Dimuliakan.
Ada semerbak aroma hio yang kuat, bersanding dengan sesajian, mengantar para peribadat melabuhkan khusyuknya di depan meja sembahyang Vihara. Khidmat melakukan puja di hadapan Budhha rupa.
Ada dupa-dupa yang terbakar, juga kawangen yang dihimpit ujung telapak tangan yang tengah mengatup di depan ubun-ubun. Mantera-mantera berayunan dalam ucap dan hati para pelafalnya di Pura, dalam kesahajaan posisi duduk yang tenang.
Pula, ada harap dan doa yang terlantun dalam dada para pemeluk Konghucu, menyimpuhkan dirinya pada altar Kelenteng. Diiringi harum lilin dan hio, mereka mengucap syukur atas nikmat pemberian Tian.
Ada manusia-manusia yang menyodorkan telunjuknya untuk menuding dan menghakimi, untuk berkata benar dan salah pada keyakinan manusia lain. Perdebatan tak kunjung usai layaknya kelinci sibuk menangkap ekornya sendiri. Tontonan yang melelahkan.
Tuhan sajalah, Yang Maha, Yang lebih Berhak atas segala.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com