Sabtu, 31 Desember 2011

Flash Back : 2011

2011 berakhir nanti malam. Dan itu artinya mau 2012. Saya nggak tau sih mau nulis apa, mengingat saya lagi sangat buntu karena cuma bisa malam tahun baruan di rumah dengan cara yang supersederhana tapi cukup menyita pikiran : belajar buat UAS. What the cute, UAS diadakan tanggal 2 Januari. So, here I am, stuck in my room with all of those handout, nowhere to go. Mungkin nanti malam ke depan rumah sama Mama, liat kembang api, terus masuk rumah lagi. Datarrrrrrrrrrrr.
Jadi, kalau mau ada acara flashback ke setahun belakangan ini, ingatan saya nggak ngatasi. Makanya saya bilang makasih banyak sama blog ini. Saya jadi bisa baca postingan yang dulu-dulu, dan liat apa aja yang udah terjadi di 2011.
1.         Nonton live performance Endah N Rhesa, Maliq N D’essentials, dan Gigi. Tiga-tiganya free. Maraton nonton konser The Trees And The Wild dan Ten2Five. That was so great, dan percaya nggak percaya, itu semua ada di wishlist saya tahun lalu (kecuali Gigi). Kurang Tompi aja nih ! 2012 mungkin.
2.         Pergi ke Malang sama Zaza, Mas Ook, Fefe, Ulil, Kamel, Esteh, Civin. Ke Secret Zoo terus ke tujuan utama, yaitu Malang Tempo Doeloe. Fun !
3.         IP mengenaskan.
4.         Lebaran sepi karena cuma berdua sama Mama. Tapi akhirnya mudik juga sekeluarga setelah 2010 nggak sempat mudik. Ke Kutoarjo Jawa Tengah, dan pantainya.
5.         Sibuk-sibuk jadi Panitia Psycho Camp Psychoessentia 2011. Jadi sie perlengkapan dan membiasakan diri nongkrong di gudang. Dikomplain Maba, ah kerja saya kurang bagus. Tapi tetep asyik. Banyak kenalan baru, banyak pengalaman baru.
6.         Love life. Kayak yang udah-udah, orang-orang itu kayak abu kremasi yang kena angin. So, bye-bye !
7.         Pindah kos karena kos lama sempit dan nggak cocok sama orang-orangnya. Nggak taunya kos yang baru agak horror, hantunya pernah ketangkep kamera.
8.         Buber DUIT. Ah, do you know that I’m so in love with you guys ?  Dan sedikit kecewa karena semua nggak bisa berpartisipasi dalam rencana liburan bareng, yang akhirnya batal.
9.         Nonton Pekik Trotoar, Tukang Becak Baca Puisi dalam 3 Bahasa.  Su-per-a-we-some !
10.     Lahiran Abi, ponakan baru, anaknya kakak. Hidungnya mancung , alisnya bagus. Tampan ! Kayaknya pas gede nanti tipikal orang yang kayak Rangga di A2DC.
11.     Proyek sosial PATEN yang berkeringaaaaaattttt.
12.     Tumbuh jadi gadis 20 tahun.
13.     Tetep, masih nggak bisa ngomong R. Apa ikut kursus bacanya anak umur 3 tahun sama si Caca aja ya pertengahan tahun depan ?

Jadi, itu semua yang masih aku inget banget di 2011. Ah, nggak punya resolusi apa-apa di 2011. Makin baik ajalah semua-muanya. Dan justru saya punya planning besar untuk Januari. Semoga UAS lancar, dapet IP yang lebih bagus, dan semoga planning saya yang satu itu bisa lancar juga. Semoga kesampaian. Amin.
Selamat Tahun Baru semuanya, let’s be the better person ! *tiup terompet imajiner*

Selasa, 27 Desember 2011

Hijau

Tisa suka warna hijau. Hijau muda, hijau tua. Hijau punggung lalat, hijau stabilo. Hijau sajadah Ibu, hijau sapu tangan Bapak.
Tisa suka warna hijau. Apalagi kaus warna gradasi hijau punya bocah tetangga baru itu. Tisa bisa bermain seharian di depan rumah hanya untuk menunggu benar atau salahnya tebakan Tisa yang selalu disimpan dalam hati : “Hari ini dia pasti pakai kaus hijau itu”. Menunggu si bocah tetangga baru keluar dari hunian mungilnya.
Tisa suka warna hijau. Tisa terus menunggu si tetangga baru keluar memakai kaus itu. Tisa terus tersenyum walaupun tebakannya salah karena ternyata si tetangga baru memakai merah, cokelat, atau kadang abu-abu.
Tisa suka warna hijau.
Tisa suka warna hijau sayap kupu-kupu yang selalu terbang di pelupuk matanya, menggelitiki dada dan perut Tisa tiap kali bertemu si tetangga baru.
Tisa suka tetangga barunya. Seperti Tisa suka warna hijau.

Stereotype

Jadi, saya ini bodoh. Ah, entahlah. Daya ingat saya seperti nggak bisa menjangkau banyak hal yang otak teman-teman saya mampu menjangkaunya. Bahkan untuk hal-hal yang sifatnya common sense, jadi bisa membayangkan kan betapa menyedihkannya saya ?
Hanya saja, ibaratkan seorang pembohong. Sesering apapun dia berbohong, pernah kan ada satu titik di mana dia berkata jujur ? Saya juga. Sebodoh-bodohnya saya, ada satu titik di mana saya masih bisa berpikir. Ada satu titik di mana saya nggak sedang berusaha menjawab untuk terlihat pintar, hanya saja saya memang kebetulan tahu jawabannya. Tapi sayangnya, ada beberapa orang yang selalu terlihat meragukan jawaban saya dan lebih memercayai jawaban orang lain yang sebenarnya pendapatnya sama dengan saya. bahkan ketika si pintar menjawab dengan jawaban yang kurang benar pun, dia lebih dipercaya.
Apa karena saya bodoh ? Kalau sudah begitu, saya suka tertawa dalam hati, menertawai si penanya yang meragukan saya.
Lalu saya ingat tentang stereotype. Betapa menyebalkan ya ketika seseorang mendapat negative stereotype dari orang lain yang sampai membuatnya terlihat begitu rendah dari orang lain. Miris.
Saya nggak terlalu butuh diperhatikan. Bahkan saya nggak terlalu berharap ada orang meminta pendapat saya, toh kapanpun saya mau berpendapat, saya tinggal mengutarakannya. Meminta banyak pendapat orang lain itu memang penting ketika kita merasa nggak cukup dengan hanya satu jawaban saja. Tapi, demi apapun, kalau kamu ada di posisi saya, kamu akan bisa melihat bedanya dengan jelas bagaimana saya diperlakukan, bagaimana mimik wajah si penanya setelah mendapat jawaban dari saya, dibandingkan dengan setelah mendapat jawaban dari si pintar, bagaimana si penanya menanyaimu dengan tatapan ‘aduh, dia pasti nggak ngerti’.
Saya nggak suka ketika orang memperlakukan orang lain nggak adil. Saya nggak suka ketika ada orang yang seolah-olah merendahkan orang lain, dengan cara yang sangat terlihat. Saya memang keledai. Tapi kamu nggak bisa menyangkal bahwa keledai pun masih berguna.

Minggu, 25 Desember 2011

Daydreamer

source : tumblr



Daydreamer
Sitting on the sea
Soaking up the sun
He is a real lover
Of making up the past
And feeling up his girl
Like he's never felt her figure before

A jaw dropper
Looks good when he walks
Is the subject of their talk
He would be hard to chase
But good to catch
And he could change the world
With his hands behind his back, oh

You can find him sittin' on your doorstep
Waiting for a surprise
And he will feel like he's been there for hours
And you can tell that he'll be there for life

Daydreamer
With eyes that make you melt
He lends his coat for shelter
Plus he's there for you
When he shouldn't be
But he stays all the same
Waits for you
Then sees you through

There's no way I
Could describe him
What I'll say is
Just what I'm hoping for

But I will find him sittin' on my doorstep
Waiting for a surprise
And he will feel like he's been there for hours
And I can tell that he'll be there for life
And I can tell that he'll be there for life


-Adele, Daydreamer-

Sabtu, 24 Desember 2011

Etalase

source : tumblr



Kau tahu? Sudah lama aku ingin menjadi baju-baju itu. Yang cantik terpakai oleh si manekin mati. Bahannya lembut, cukup mendinginkan hari-hari si calon pemakainya yang begitu gerah. Warnanya cerah, senada dengan kulit pemiliknya nanti. Anggun. Modelnya menarik pandangan mata setiap orang yang melewati etalase.  
Dan baju itu, terpilih.
“Tenanglah”, hatiku membisiki pikiran yang mulai jengah. “Mereka hanya terbeli dengan kekayaan. Yang terpilih dengan hati, adalah kau, nantinya”.
Aku mengangguk pada entah siapa, lalu pergi. Tak ingin lagi menjadi baju di etalase.

Jumat, 23 Desember 2011

Jenuh


source : tumblr

Pikiran sedang sangat kacau akhir-akhir ini, nggak tau kenapa. Banyak hal yang membuat saya agak membenci diri sendiri dan segala komponen sifat dan kepribadian yang saya punya yang berdampak ke kehidupan saya sehari-hari. Otak dan hati saya sedang aktif bertengkar, saling menyalahkan banyak hal yang terjadi akibat ketidakmampuan saya begini, ketidakmampuan saya begitu. Jengah. Kalau saja mereka berdua bisa saya letakkan di toples besar yang kedap suara, supaya saya bisa tenang.
Menulispun jadi sangat jarang sekali. Blog terbengkalai, saya benci yang seperti ini. Saya kangen emosi saya. Sedih, senang, mereka membawa saya ke perasaan, alur, dan ide-ide baru untuk aktif menulis. Sekarang semuanya datar. Yah, seperti ketika melewati jalan yang lurus-lurus saja berhari-hari. Tanpa tanjakan, tanpa turunan, tanpa kelokan. Segalanya membosankan.
Dan tugas masih saja menumpuk di minggu tenang menjelang UAS. Otak mampat. Saya juga sedang harus bolak-balik ke Rumah Sakit untuk control geraham saya yang bermasalah. Kapan selesainya Ya Tuhan ? Saya mau liburan. Saya mau waktu yang benar-benar untuk menyenangkan diri saya sendiri, bukan untuk memikirkan kesenangan orang lain.
Saya mau menjadi egois dan meninggalkan kejenuhan yang sudah semakin akrab dengan hari-hari saya, sebentar saja.

Kamis, 22 Desember 2011

Semu

Bahwa sahabat tidak benar-benar ada, entahlah, aku begitu memercayainya. Dalam ruang dan waktu yang sama, dan tawa serta canda yang menghambur menjadi satu, mereka hanya teman. Sahabat itu cuma satu predikat semu.

Senin, 19 Desember 2011

Bukan Sekedar 'Ibu'

source : tumblr



Oke. Menjadi Ibu itu bukan perkara yang mudah, bukan seperti memutuskan dua pilihan klise antara ‘iya’ atau ‘tidak’. Menjadi Ibu itu—menurut saya—kewajiban perempuan, terlepas dari bisa atau tidaknya dia memiliki keturunan dari rahimnya sendiri. 
Menurut saya, Ibu itu harusnya sempurna di mata anak-anaknya. Sudah semestinya seorang Ibu itu menjadi panutan. Mungkin, Ibu itu seperti artis. Entah faking good atau bagaimana yang dilakukannya, sebisa mungkin berusaha menyembunyikan cacat sikapnya. Apalagi untuk seorang Ibu rumah tangga yang sehari-hari ditinggal suaminya bekerja. Mau tidak mau 24 jam Ibu lebih istimewa dibandingkan 24 jam punya Ayah karena harus dilewatkannya quality time beriringan dengan tumbuh kembang si anak. Jelas, proporsi kerepotan Ibu berkali lipat lebih banyak.
Saya memang belum menjadi seorang Ibu. Iya, belum, karena saya punya cita-cita bahwa suatu saat nanti saya harus menjadi seorang Ibu. Saya mau jadi Ibu yang tanpa cacat di mata anak saya. Saya mau jadi sahabat terbaik anak saya. Saya mau jadi Ibu yang selalu ada di tiap cerita anak saya, tentang betapa bangganya dia terlahir dari rahim seorang saya. Saya mau jadi Ibu yang tidak pernah putus didoakan anak saya, bahkan ketika saya sudah melepaskan mereka untuk hidup dewasa dengan pilihan masing-masing.
Saya mau jadi Ibu yang bisa menahan emosi di tiap kesalahan yang dilakukan anak saya. Kalau kata Mama, “Ibu itu mendhem jero, maksudnya sesakit hati apapun seorang Ibu, selalu dan akan selalu ada toleransi untuk anaknya. Sebisa mungkin seorang Ibu tidak menunjukkan kemarahannya terhadap kesalahan si anak. Kalaupun kemarahan itu akhirnya meledak, bisa jadi memang si anak sudah melewati batas toleransi Ibu. Sudah kelewatan menyalahgunakan kesabaran Ibu.
Ah, sebenarnya saya punya cita-cita menjadi Ibu yang seperti Mama saya. Jangan ditanya kenapa. Mama terlalu sempurna sampai rasanya segala tulisan tentang Ibu terlalu remeh temeh kalau ditujukan untuknya. Karena beliau, lebih hebat dari tumpukan kata-kata yang disusun begitu rapi dan penuh cinta untuk mendeskripsikan seorang ‘Ibu’.

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com