Minggu, 03 Juni 2012

Koran Pagi


Jejakmu terbaca, seperti kaki-kaki angin yang menapak dan menyeret lembut sisir pantai. “Apakah ini sebuah kontes pelarian?” tanyaku pada jejakmu. Kau berlari tunggang langgang menghindari entah apa di belakang, sementara tak sebutirpun keringat bercucuran dari ragamu yang tak kasat mata.
“Lelahkah?”
“Ya”
“Apa yang kau hindari?”
Lantas kau menunjuk segenggam atmosfer abu-abu di sana, yang tak enggan melambaikan tangannya mengajakmu kembali. Pedih. Perih.
Seperti mimpi saja, latar kita berpindah, di atas rooftop gedung tua yang menyisakan abu dan debu yang nyata mengudara seperti titik-titik noise pada foto lama. Kau bergerak di tepian, dengan hembus angin yang mengobrak-abrik air matamu yang berderai. Tanganmu kau rentangkan. Dan tanpa aba-aba kau loncat begitu saja sedang aku masih kaku menyaksikan ketidakmampuanku menahanmu.
Kau menerjang gravitasi dengan gerakan lambat. Lamat-lamat kusaksikan bibirmu bergerak mengucap satu kata mirip “maaf” dengan suara yang tertelan oleh udara.
“Tidakkah ini tipuan?” tanyaku perlahan. Kuharap akan ada detik-detik di mana parasut akan mengembang dari balik punggungmu dan menghentikan ketakutanku.
Ternyata, tidak.
Seperti mimpi saja, latarku berpindah, di atas ranjang yang asing dengan satu eksemplar surat kabar di sisi kanan bantal. Ada namamu, di headline koran pagi ini. Tewas.
Jadi, itu mimpi, atau bukan?
Apa yang kau hindari?
Maaf untuk apa?
Tangisku pecah berhamburan.



*sambil mendengarkan denting-denting sendu dari Lorelei

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com