Jumat, 22 April 2011

Mawar Kuning

Bayinya masih sangat merah ketika Rando datang dengan santainya membawa seikat mawar kuning. Tidak tahukan dia bahwa mawar kuning adalah untuk seseorang yang sedang berduka ? Tega. Sementara ini adalah hari kelahiran anak pertamanya.

“Aku nggak telat, kan ?” ujar Rando sambil mendaratkan kecupannya di dahiku yang masih berkeringat, efek bersusah payah mengeluarkan anak laki-laki itu dari rahimku.

Ya, bayinya memang baru lahir. Tapi apa yang lebih tepat selain kata ‘terlambat’ ketika seorang ayah datang setelah bayinya sudah melihat manusia lain di ruang bersalin, bukannya datang sejak sang istri masih merasakan kramnya pembukaan di ruang rawat inap ?

Dan mawar kuning itu. Ah, benar. Kami kan memang sedang berduka atas batalnya pengajuan perceraianku terhadapnya gara-gara aku hamil. Jadi bukan pilihan yang salah jika nantinya mawar kuning itu harus mengisi hari-hariku di ruang perawatan—bahkan mungkin hingga aku kembali ke rumah—karena selama kami masih menjadi suami istri seperti ini adalah kedukaan yang besar.

“Nggak kamu tengok anakmu ? Laki-laki, aku belum punya nama untuk dia” sahutku dengan nada bicara yang biasa saja, tak terlalu antusias dengan kedatangan bapak dari anakku itu.

“Gampanglah. Oiya, maaf… Dua puluh menit lagi Rima dipindah ke ruang bersalin. Aku harus buru-buru ke sana paling telat lima belas menit lagi supaya aku bisa menemani dia melahirkan. Jadi, mmm… kamu take care ya di sini. Nanti biar Mbak Imah yang aku suruh jaga kamu di sini”

Muak.

“Nggak perlu, Mas. Ada Mama. Mama masih bisa ngurusin aku dua puluh empat jam di sini. Biar Mbak Imah jaga rumah”

Semoga dia cepat pergi.

“Oke, terserah kamu. Mmm, ya sudah.. aku berangkat, ya” satu kecupan perpisahan mendarat lagi di dahiku. “Baik-baik”

Lalu pergi.

Lama-lama dia makin seperti angin panas yang hanya mampir untuk meniupkan kebencian. Bertanggung jawab pun tidak. Aku menghela nafas panjang, dan berat. Aku semakin yakin bahwa perceraian memang jalan keluar yang terbaik. Tidak ada keraguan. Dan semoga semuanya lancar. Perceraian kami dan mmm.. kelahiran anak keduanya dari wanita lain. Ya, semuanya. Amin.

Biar setelah semuanya berakhir, aku bisa mencarikan si Kecil bapak yang bisa disebutkan namanya dan ditunjukkan keberadaannya ketika orang-orang di lingkungannya menanyakan, “Mana Bapakmu, Nak ?”

Sekali lagi, amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com