Aku
sedang jatuh cinta.
Pada
sepasang mata yang memiliki daya pikat yang begitu agung. Juga pada ekor mata
yang meruncing tiap kali dia tertawa.
Aku
sedang jatuh cinta.
Pada
kemeja kebesaran yang dikenakannya. Tak ada yang lebih menyenangkan dari melihatnya
berjalan dengan setelan serbabesar seperti artis ‘80-an.
Aku
sedang jatuh cinta.
Pada
rambutnya yang terkuncir rapi. Tapi aku juga jatuh cinta saat rambutnya terurai
sepundak. Bergelombang halus, rapi. Lelaki gondrong yang tak berantakan.
Aku
selalu jatuh cinta saat melihatnya berjalan di depanku. Mata ini menghabisinya
tanpa ampun. Otak berpikir keras menciptakan kalimat sapaan yang biasa-biasa
saja, tapi degup jantung yang memburu membuatnya tampak tak biasa. Bibir begitu
kelu. Seperti ingin mengirim pesan. Ketik, hapus, ketik, hapus, hingga
menyerah.
Kutarik
ujung kemejaku, berusaha terlihat rapi. Padahal jelas tak dimilikinya sepasang
mata di belakang kepala. Tapi, aku sedang jatuh cinta. Penampilan rapi itu
nomor satu. Melewati koridor dengan jendela-jendela kaca, mencuri bayangan
untuk berkaca. Siapa tahu penampilanku terlalu buruk rupa.
Ah,
norak sekali aku ini. Tapi biarlah, aku sedang jatuh cinta. Iseng kusamakan
langkah kakiku dengannya. Mungkin dari percobaan kecilku ini, bisa kurefleksikan
apakah aku cukup pantas berjalan di sisinya kelak, menyamakan langkah ke
manapun tujuan terarah. Mendampinginya.
Tidak,
itu terlalu jauh. Tapi, aku sedang jatuh cinta. Pada cara dia mengikat tali
sepatunya. Pola yang berbeda dari kebanyakan orang. Tapi, entahlah, sebenarnya aku
tak pernah repot-repot memperhatikan pola-menali-sepatu orang lain. Hanya saja,
apapun yang berkaitan dengannya adalah hal yang terlihat berbeda. Dan aku cukup
menyukainya.
Cukup?
Tidak hanya cukup. Aku sangat menyukainya. Sebab aku menjadi terlalu sibuk
menyiapkan berbagai cara tersenyum yang menarik ketika di dekatnya. Keringat
dingin bermunculan dari pori-pori telapak tanganku, seiring dengan betapa
berdebarnya dada untuk mempersiapkan diri kalau-kalau dia menoleh dan menyapaku
lebih dulu, mengajakku bicara. Aih, itu tak ubahnya bunga tidur yang
pelan-pelan kurajut menjadi cita-cita. Meski mustahil, bukankah cita-cita perlu
diterbangkan setinggi langit? Kalau kurang beruntung, toh masih ada gravitasi bumi yang menangkapku, walaupun sakitnya
bukan main.
Aku
masih di belakangmu. Bahu dan punggungmu seolah tercipta begitu pas. Tak ada
celah ketidakproporsionalan di dalamnya. Pula dalam dirimu. Hingga aku
kesulitan sendiri menentukan kekuranganmu yang mana yang harus kuperhatikan agar
perasaan ini meredup.
Ah,
biarlah. Aku hanya sedang sangat jatuh cinta. Kunikmatii saja, sebab ini adalah
salah satu jenis jatuh yang tak membuatku tertarik untuk bangun.
1 komentar:
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Hidup akan menjadi indah jika kita bisa bermanfaat untuk orang lain.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)