Minggu, 16 September 2012

Aku Sedang


Aku sedang jatuh cinta.
Pada sepasang mata yang memiliki daya pikat yang begitu agung. Juga pada ekor mata yang meruncing tiap kali dia tertawa.
Aku sedang jatuh cinta.
Pada kemeja kebesaran yang dikenakannya. Tak ada yang lebih menyenangkan dari melihatnya berjalan dengan setelan serbabesar seperti artis ‘80-an.
Aku sedang jatuh cinta.
Pada rambutnya yang terkuncir rapi. Tapi aku juga jatuh cinta saat rambutnya terurai sepundak. Bergelombang halus, rapi. Lelaki gondrong yang tak berantakan.
Aku selalu jatuh cinta saat melihatnya berjalan di depanku. Mata ini menghabisinya tanpa ampun. Otak berpikir keras menciptakan kalimat sapaan yang biasa-biasa saja, tapi degup jantung yang memburu membuatnya tampak tak biasa. Bibir begitu kelu. Seperti ingin mengirim pesan. Ketik, hapus, ketik, hapus, hingga menyerah.
Kutarik ujung kemejaku, berusaha terlihat rapi. Padahal jelas tak dimilikinya sepasang mata di belakang kepala. Tapi, aku sedang jatuh cinta. Penampilan rapi itu nomor satu. Melewati koridor dengan jendela-jendela kaca, mencuri bayangan untuk berkaca. Siapa tahu penampilanku terlalu buruk rupa.
Ah, norak sekali aku ini. Tapi biarlah, aku sedang jatuh cinta. Iseng kusamakan langkah kakiku dengannya. Mungkin dari percobaan kecilku ini, bisa kurefleksikan apakah aku cukup pantas berjalan di sisinya kelak, menyamakan langkah ke manapun tujuan terarah. Mendampinginya.
Tidak, itu terlalu jauh. Tapi, aku sedang jatuh cinta. Pada cara dia mengikat tali sepatunya. Pola yang berbeda dari kebanyakan orang. Tapi, entahlah, sebenarnya aku tak pernah repot-repot memperhatikan pola-menali-sepatu orang lain. Hanya saja, apapun yang berkaitan dengannya adalah hal yang terlihat berbeda. Dan aku cukup menyukainya.
Cukup? Tidak hanya cukup. Aku sangat menyukainya. Sebab aku menjadi terlalu sibuk menyiapkan berbagai cara tersenyum yang menarik ketika di dekatnya. Keringat dingin bermunculan dari pori-pori telapak tanganku, seiring dengan betapa berdebarnya dada untuk mempersiapkan diri kalau-kalau dia menoleh dan menyapaku lebih dulu, mengajakku bicara. Aih, itu tak ubahnya bunga tidur yang pelan-pelan kurajut menjadi cita-cita. Meski mustahil, bukankah cita-cita perlu diterbangkan setinggi langit? Kalau kurang beruntung, toh masih ada gravitasi bumi yang menangkapku, walaupun sakitnya bukan main.
Aku masih di belakangmu. Bahu dan punggungmu seolah tercipta begitu pas. Tak ada celah ketidakproporsionalan di dalamnya. Pula dalam dirimu. Hingga aku kesulitan sendiri menentukan kekuranganmu yang mana yang harus kuperhatikan agar perasaan ini meredup.
Ah, biarlah. Aku hanya sedang sangat jatuh cinta. Kunikmatii saja, sebab ini adalah salah satu jenis jatuh yang tak membuatku tertarik untuk bangun.

1 komentar:

Outbound Malang mengatakan...

salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Hidup akan menjadi indah jika kita bisa bermanfaat untuk orang lain.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com