Sabtu, 01 September 2012

Peace!


Okay, this post is a just-so-you-know kind of post.
Seseorang mengingatkan sekaligus menyadarkan saya bahwa sebenarnya saya nggak sayang sama sekali sama kamu. Bahkan sekalipun saya nggak pernah berharap untuk bisa mendapatkan kamu. Pengejaran yang saya lakukan itu hanya karena saya menganggap bahwa saya sudah jatuh cinta terlalu dalam. Padahal sebenarnya saya biasa-biasa saja. Karena pikiran saya yang terlalu dalamlah yang membuat saya bertindak bodoh. Stuck seolah hanya formalitas. Dan kelakuan saya ini justru akan menjadi bayang-bayang buat kalian berdua.
I hate to admit that she’s right.
A morning when I woke up, opened my Facebook and found that you’re in a relationship, I felt nothing. I was took a bath, had a breakfast, spent the day normally, and I told to my friends that you’re in a relationship, and I was still felt nothing.  I didn’t even wanna cry. It’s just like a simple news on my day.
Kamu tahu, saya sering melamunkan hal-hal yang pernah saya lakukan. Apakah benar saya begini-begitu? Termasuk ketika saya keukeuh mempertahankan kamu. Pernah dengar kalimat “terlalu sering mengucapkan maaf justru akan menghilangkan esensi kata maaf itu sendiri”? Sama seperti hal itu. Saya terlalu menganggap bahwa you’re the one, sehingga saya lupa untuk memikirkan are you really the one?
Orang bilang, mencintai itu tidak perlu alasan. Saya sebaliknya. Saya adalah orang yang mengutamakan adanya alasan dalam melakukan banyak hal. Bagaimana bisa mencintai tanpa alasan? “Aku mencintai kamu karena di dekatmu aku merasa nyaman, kamu baik, kmu bla-bla-bla”, bahkan itu termasuk alasan. Tapi, sering saya tidak menemukan alasan apapun atas perasaan yang saya pertahankan untuk kamu.
Dan, ya, benar. Sekalipun saya tidak pernah ada keinginan untuk mendapatkanmu. Saya berkhayal kita akan baik-baik-saja lagi seperti dulu. Itu saja. Khayalan itu tidak pernah beranjak lagi ke mana-mana. Bahkan ketika saya mencoba memikirkan hubungan apa yang saya mau dari kita, saya berhenti pada keinginan untuk bisa seperti dulu. Bukan yang lebih.
Saya minta maaf sama kamu, ini berlebihan. Mungkin sebenarnya saya hanya merasakan kehilangan sewajarnya seorang kakak kehilangan adik, atau seorang perempuan kehilangan sahabat laki-lakinya. Mungkin mimpi-mimpi dan segala hal yang kita bicarakan terlalu saya sayangkan untuk tiba-tiba hilang begitu saja.
Saya nggak tau apa yang kamu rasakan karena kamu nggak sekalipun berbagi dengan saya setelah itu. Mungkin kamu sudah nggak peduli. Tapi kalaupun masih, sumpah, asal kamu tahu, saya nggak mau jadi bayang-bayang hubungan kalian. Itulah yang pada akhirnya membuat saya berpikiran bahwa saya sudah terlalu kelewatan mempertahankan perasaan saya. Saya nggak mau menghantui kalian. Kalau kalian baik-baik saja, teruskan. Saya nggak mau merusak apalagi meleburkan. Jadi, kamu juga, hentikan pikiran bahwa setiap hal menyedihkan yang saya tulis masih tentang kamu. Karena sayangnya, sudah lama kamu tidak lagi menjadi pemeran utama yang menginspirasi tiap kesedihan saya.
Ah, saya menyesal. Kenapa nggak dari dulu teman saya bilang begitu. Sebenarnya pikiran seperti itu sudah sering saya rasakan, hanya saja saya tampik karena—lagi-lagi—saya menganggap bahwa saya jatuh cinta sekali sama kamu.
Sekali lagi, maaf. You’re a blue balloon, I’ll set you free. Be  happy. Saya kirim dua jari tangan kanan saya untuk kamu yang di sana. Peace. Doakan saya juga. Doa apa? Terserah, asalkan yang baik.
Oiya, selamat September.
Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com