Okay, this post is a
just-so-you-know kind of post.
Seseorang
mengingatkan sekaligus menyadarkan saya bahwa sebenarnya saya nggak sayang sama
sekali sama kamu. Bahkan sekalipun saya nggak pernah berharap untuk bisa mendapatkan
kamu. Pengejaran yang saya lakukan itu hanya
karena saya menganggap bahwa saya
sudah jatuh cinta terlalu dalam. Padahal sebenarnya saya biasa-biasa saja. Karena
pikiran saya yang terlalu dalamlah yang membuat saya bertindak bodoh. Stuck seolah hanya formalitas. Dan
kelakuan saya ini justru akan menjadi bayang-bayang buat kalian berdua.
I hate to admit that she’s right.
A morning when I woke up, opened my
Facebook and found that you’re in a relationship, I felt nothing. I was took a
bath, had a breakfast, spent the day normally, and I told to my friends that
you’re in a relationship, and I was still felt nothing. I didn’t even wanna cry. It’s just like a
simple news on my day.
Kamu
tahu, saya sering melamunkan hal-hal yang pernah saya lakukan. Apakah benar
saya begini-begitu? Termasuk ketika saya keukeuh
mempertahankan kamu. Pernah dengar kalimat “terlalu sering mengucapkan maaf
justru akan menghilangkan esensi kata maaf itu sendiri”? Sama seperti hal itu.
Saya terlalu menganggap bahwa you’re the
one, sehingga saya lupa untuk memikirkan are you really the one?
Orang
bilang, mencintai itu tidak perlu alasan. Saya sebaliknya. Saya adalah orang
yang mengutamakan adanya alasan dalam melakukan banyak hal. Bagaimana bisa
mencintai tanpa alasan? “Aku mencintai kamu karena di dekatmu aku merasa
nyaman, kamu baik, kmu bla-bla-bla”, bahkan itu termasuk alasan. Tapi, sering
saya tidak menemukan alasan apapun atas perasaan yang saya pertahankan untuk
kamu.
Dan,
ya, benar. Sekalipun saya tidak pernah ada keinginan untuk mendapatkanmu. Saya
berkhayal kita akan baik-baik-saja lagi seperti dulu. Itu saja. Khayalan itu
tidak pernah beranjak lagi ke mana-mana. Bahkan ketika saya mencoba memikirkan
hubungan apa yang saya mau dari kita,
saya berhenti pada keinginan untuk bisa seperti dulu. Bukan yang lebih.
Saya
minta maaf sama kamu, ini berlebihan. Mungkin sebenarnya saya hanya merasakan
kehilangan sewajarnya seorang kakak kehilangan adik, atau seorang perempuan
kehilangan sahabat laki-lakinya. Mungkin mimpi-mimpi dan segala hal yang kita
bicarakan terlalu saya sayangkan untuk tiba-tiba hilang begitu saja.
Saya
nggak tau apa yang kamu rasakan karena kamu nggak sekalipun berbagi dengan saya
setelah itu. Mungkin kamu sudah nggak peduli. Tapi kalaupun masih, sumpah, asal
kamu tahu, saya nggak mau jadi bayang-bayang hubungan kalian. Itulah yang pada
akhirnya membuat saya berpikiran bahwa saya sudah terlalu kelewatan
mempertahankan perasaan saya. Saya nggak mau menghantui kalian. Kalau kalian
baik-baik saja, teruskan. Saya nggak mau merusak apalagi meleburkan. Jadi, kamu
juga, hentikan pikiran bahwa setiap hal menyedihkan yang saya tulis masih tentang
kamu. Karena sayangnya, sudah lama kamu tidak lagi menjadi pemeran utama yang
menginspirasi tiap kesedihan saya.
Ah,
saya menyesal. Kenapa nggak dari dulu teman saya bilang begitu. Sebenarnya
pikiran seperti itu sudah sering saya rasakan, hanya saja saya tampik karena—lagi-lagi—saya
menganggap bahwa saya jatuh cinta
sekali sama kamu.
Sekali
lagi, maaf. You’re a blue balloon, I’ll
set you free. Be happy. Saya kirim
dua jari tangan kanan saya untuk kamu yang di sana. Peace. Doakan saya juga. Doa apa? Terserah, asalkan yang baik.
Oiya,
selamat September.
Terima
kasih.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)