Sabtu, 30 Juli 2011

Selamat Tinggal


Kenapa orang mengucapkan “Selamat tinggal” ketika mereka akan pergi meninggalkan orang lain ? Kalau “Selamat datang” adalah satu bentuk ucapan penyambutan kedatangan, bukankah “Selamat tinggal”—harusnya—merupakan ucapan penyambutan karena seseorang menerima orang lain untuk tinggal berlama-lama ?
Datang dan tinggal itu dua hal yang berbeda. Ibaratkan tamu. Kamu akan menyambut siapa saja yang datang ke rumahmu, tapi hanya akan ada orang-orang tertentu yang kamu harapkan dan kamu minta untuk tinggal. Entah sampai nanti malam, atau sekalian bermalam. Itu karena tamu itu memang penting untuk kamu. Karena dialah yang kamu harapkan bisa selalu ada dalam waktu yang lama.
Jadi, selamat tinggal itu—harusnya—istimewa. Lebih dekat, lebih dimohon. Ada tuan rumah yang hati dan hidupnya ingin ditinggali, bukan ditinggalkan. Sekedar duduk berjam-jam, berbagi cerita, pengalaman, lalu berbagi keheningan. Sekedar diam saja, lalu mencerca hal-hal kecil yang kebetulan terlihat. Sekedar berbagi toples makanan ringan sampai detik-detik berlalu ikut menghabiskan. Lalu meniadakan waktuku dan waktumu, yang ada menjadi waktu milik kita.
Bukankah itu romantis ?
Entahlah, mungkin saya terlalu membenci perpisahan. Perpisahan itu buruk. Dan “Selamat tinggal” ketika diartikan menjadi “Semoga kita tidak bertemu lagi” itu juga buruk. Jadi, bantu saya untuk merubah hal buruk itu menjadi sesuatu yang manis. Bukankah kalau kita memandang sesuatu dari sudut yang baik, maka yang buruk akan makin memudar ?
Jadi, selamat datang untuk kalian, orang-orang baru yang entah kita akan bertemu dengan cara yang bagaimana. Teman baru, sepupu yang baru kenal, orang tua di jalan, semuanya. Dan selamat tinggal, untuk kalian yang mau tinggal di hidup saya. Semoga senang. Kalau berkenan, hidup saya, anggap rumah sendiri.  

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com