Senin, 21 Februari 2011

Pulang

I

Lampu kuning kecil, temaram menemani perjalanan pulang saya. Sepi. Tapi begitu tenang. Hanya ada saya, dua wanita yang sedang meracau gossip, dan seorang wanita yang gelisah mengamati jalanan lewat kaca depan. Mungkin takut tempat turunnya terlewat.

Spot yang saya suka adalah di sini, di depan pintu. Pintu angkot berperan sebagai jendela raksasa penghubung keluar masuknya udara. Segar, walaupun sering juga mengirim debu-debu jalanan masuk ke mata saya.

Selain itu, dari sini saya bisa mengamati banyak orang. Menebak-nebak tentang bagaimana kalau orang ini tersenyum, bagaimana kepribadian orang ini, apakah dia pembicara yang baik, kenapa wajah orang itu jahat, dan pemikiran iseng lain. Ya, saya suka menebak. Saya suka mengamati orang-orang di sekitar saya, apalagi orang-orang baru.

Lalu lelap sebentar, membiarkan orang datang dan pergi dengan tujuan mereka masing-masing. Sementara gelap di luar makin merayap.

II

Oper angkot. Bukan lampu kuning temaram lagi yang menemani saya. Tapi ungu-merah yang menyala bergantian. Suasana disko di dalam angkot makin didramatisir oleh lagu-lagu jedag-jedug, dangdut koplo kata orang-orang.

Saya tetap memilih duduk di belakang supir, masih merasa nyaman dengan angin malam yang keluar masuk. Lalu seorang laki-laki duduk di sebelah saya. Beruntung. Laki-laki itu membawa aroma mint yang kuat. Setidaknya, udara di dalam angkot menjadi sedikit luar biasa, daripada biasanya yang terkontaminasi asap rokok dan bau badan.

Lalu si laki-laki pindah ke bangku depan, meninggalkan saya dengan beberapa preman Osowilangon. Jelas mereka preman, atau apalah itu namanya. Menggoda satu-satunya perempuan di dalam angkot : saya. Harus tetap tenang, cukup membiarkan gonggongan mereka, selama mereka belum kurang ajar.

III

Derit-derit roda becak mengantar saya di jalanan panjang terakhir. Jalanan yang tidak dilewati angkot manapun lagi. Gang kecil yang berujung pada rumah saya. Lalu angin makin kuat berhembus, bayangan rumah makin menggoda untuk segera dijajaki.

IV

Akhirnya, rumah menjadi kebutuhan yang mewah untuk segera dinikmati setelah aktivitas sehari yang melelahkan tulang-tulang dan persendian saya, menguras banyak pikiran dan tenaga saya. Rumahlah tempat peristirahatan yang sempurna.

Dan semua yang saya alami hari ini, pada akhirnya juga akan membawa emosi-emosi yang terasa pulang ke tempat mereka masing-masing : kotak memori.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com