Jumat, 19 Agustus 2011

Happy-Sad Ending


“kalau kamu kelamaan hidup di dunia nyata yang jarang punya happy ending, kamu akan mengalami kesulitan untuk bikin fiksi yang happy ending juga, soalnya kamu nggak terlalu jago memahami happy itu apa”- Me.

Asli. Saya kesulitan sekali tiap kali berusaha membuat sebuah tulisan kecil sejenis cerpen atau flash fiction yang punya happy ending. Akhir yang bahagia itu cuma terlintas sesekali di otak saya. Nggak berkali-kali. Beda sama akhir yang menyedihkan, semacam kematian, putus asa, putus cinta, dendam, dan sebagainya. Mereka punya ruang yang lebih longgar di pikiran saya.
Saya juga bingung. Sebenarnya sempat dapat tantangan dari seorang teman untuk bikin cerpen yang akhirnya bahagia. Lepas dari persoalan tantangan itu masih berlaku atau tidak, saya rasa pasti butuh waktu yang lama untuk membuat yang seperti itu walaupun cuma satu. Saya sering mencoba. Meskipun sudah berhasil terbayang cerita seperti apa yang saya mau, begitu saya deskripsikan dalam tulisan, lagi-lagi saya cuma ingin menutup Microsoft Word. Buntu.
Saya memang agak mellow dan suka mendramatisir sebuah kejadian dengan sudut pandang kesedihan. Saya juga kurang paham bahagia itu apa, sedangkan untuk menulis sesuatu kan sebaiknya punya feel yang bagus tentang perasaan yang akan ditulis ke bentuk sebuah cerita. Entah ya, apa gara-gara saya memang jarang berbahagia ? Tapi jujur, hal yang menyedihkan itu lebih greget. Lebih bernyawa. Kadang juga lebih romantis. Ngenes ya.
Dan sad ending itu—menurut saya—lebih nyata daripada happy ending yang terlalu dibuat-buat seperti FTV, dongeng, dan segala jenis pendukung ketidak-real-an hidup. Hidup saya, maksudnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com