Sabtu, 22 Desember 2012

Batu, Kertas


Malam itu, sungguh kamu telah berubah.
Aku tahu itu, dari helaan nafasmu. Bukankah kau tak akan pernah mengalah dalam perdebatan sengit kita tentang batu atau kertas, siapa yang akan menang? Malam itu, kau rebah tanpa melawan prinsipku bahwa batulah yang akan menang, sambil berkata “Terserah kamu saja”.
Maka di sanalah aku tahu, sedang ada yang salah denganmu.
Biasanya, kau akan bersikeras bahwa kertas yang akan menang. Membungkus batu hingga habis tak terlihat, dan keluarlah kertas sebagai si dominan atas batu. Jika kukatakan,  mari kita adu batu dan kertas di bawah air hujan, kau akan balas berkata, sejuta umat di dunia pun sepakat bahwa kertas tetap pemenangnya tanpa perlu melibatkan air hujan atau apapun.
Biasanya, aku yang akan menyerah. Sebab kau serupa kertas, yang begitu polos dan tak mau kalah. Sedang aku hanyalah si bebal yang tak punya andil dalam apapun sehingga mengalah adalah nasib terakhirku.
Biasanya, seperti itu.
Lantas, saat kau tak lagi memenangkan dirimu, sesuatu pasti telah terjadi, aku tahu.

***

“Batu, kertas, gunting!” kita meneriakkannya bersama sambil mengayunkan tangan kita masing-masing, pada satu sama lain.
Kau mencipta batu.
Aku mencipta kertas.
“Kamu lagi yang menang? Giliran aku, batu yang menang!” katamu lantang dengan gayamu yang khas.
Aku menatap matamu lekat-lekat, lalu merebahkan tubuhku ke atas sofa merah marun yang baru kau beli empat bulan lalu. “Terserah kamu saja”.
Ya, terserah kamu saja. Perjudian ini tak akan selesai jika bukan aku yang mengalah. Sebab memang aku yang terlanjur salah.
Padamu, Si Lelaki Batu, kurelakan gadis itu untuk kau dekati. Lebih dekat dari yang Perempuan Kertas ini pernah lakukan pada setiap kesempatannya. Karena gadis itu menyukai sejenismu.
Bukan aku.
Menanglah.
Menanglah.

***

“Gunting, batu, kertas!”
Tangan kananku mengepal membentuk batu.
Tangan kiriku terbentang membentuk kertas.
Bukan menang atau kalah, sebab bukan lagi si Gadis itu tujuanku. Tapi kau.
Tapi kau, Perempuan Kertas.
Dan segala perdebatan kecil kita membuatku rindu, meski aku tahu, bukanlah aku jenis labuhan yang kau tuju.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com