Senin, 17 Desember 2012

Cika dan Cicaknya


Cika mengamati cicak dalam toplesnya. Ada yang salah. Sudah dua hari cicaknya murung tak berdecak-decak. Mungkin gerimis di luar telah merenggut suara cicaknya. Gemericik telah dua hari tak kunjung reda mengguyur kotanya. Lalu Cika keluar, mencari apa yang dicari.
Hujan melompat-lompat membasahi pekarangan. Bunga-bunga anggrek berguguran terhantam air-air langit, jatuh sebelum masa layunya. Cika duduk memeluk lutut di atas kursi kayu putih di teras rumahnya. Dingin. Dingin yang menyenangkan, tapi Ibu pasti melarang Cika untuk hujan-hujanan. Ibu akan repot kalau Cika demam. Maka, Cika memilih untuk menahan keinginannya.
Ibu pernah bercerita, ada sebuah kerajaan di atas awan. Ketika hujan turun, tandanya para dewa-dewi sedang berpesta di sana. Merayakan kepulangan mereka dari sebuah petualangan panjang mengumpulkan potongan kaca warna-warni. Hujan adalah sebuah suka cita mereka. Sambil terus menari, mereka bersama-sama merangkai potongan kaca warna-warni membentuk setengah lingkaran, yang kemudian orang-orang menyebutnya sebagai pelangi.
Maka, pasti ada pelangi setelah ada hujan. Para dewa-dewi tak akan pulang dan berpesta sebelum mereka mendapatkan potongan kaca warna-warni lengkap.
Tapi, Cika mendengus pelan. Ibu belum pernah bercerita kenapa hujan begitu berisik dan seolah menelan habis suara cicak peliharaannya selama dua hari ini. Mungkin cicaknya berdecak, hanya saja tak sekeras suara hujan. Cika mulai kesepian di kamarnya.
“Hujan, suaranya mana?” Tanya Cika, setengah berbisik. Cika tak mau Ibunya di dalam mendengar anaknya bercakap-cakap dengan hujan. Ibu pasti tak suka.
Hujan hanya menjawabnya dengan gemericik yang makin keras, makin deras menghantam genting rumahnya.
Cika terus menunggu, namun lama kelamaan tubuhnya menggigil kedingingan. Cika harus masuk, kedinginan akan membuatnya demam meskipun tak sampai ia hujan-hujanan. Dan—lagi-lagi—Ibu tak akan suka.
Dalam hati, Cika berjanji, akan menagih suara Si Cicak kepada Si Hujan, agar cicaknya bisa meramaikan waktu malamnya.

***

Cika masih terlalu dini untuk dapat memahami bahwa tak segala sesuatu yang kita anggap baik, adalah hal yang baik pula bagi yang lain. Cika tertidur pulas dan belum menyadari bahwa sudah dua hari cicaknya kehabisan oksigen di dalam toples kaca. Nafasnya berhenti. Pula jantungnya.
Cika menyayangi cicaknya dengan cara yang salah.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com