Jumat, 07 Desember 2012

Tidak Ada Siapa-Siapa di Rumah


Sekali ketuk.
Dua kali.
Enam kali.
Tidak ada siapa-siapa di rumah. Tak ada pasang-pasang lugu sandal di teras. Rumput-rumput kecoklatan. Dedaunan pohon mangga menguning berguguran. Pot keramik tempat dulu setangkai mawar lebat tumbuh merekah, kini hanya tersisa tanah seadanya dan tangkai busuk layu.
Tak ada kursi rotan tempat sore dihabiskan sambil mengunyah biskuit dan membaca koran. Tak ada riuh kesibukan. Pintu dan jendela rapat tertutup, tak ada yang mau diintip, tak ada yang bisa diintip.
Debu tebal berlapis-lapis menyelimuti segala yang ada. Lusuh dan seabu-abu mendung yang memorak-porandakan perasaan. Tanah masih basah, tak lama setelah hujan menit-menit lalu berhenti. Namun, hanya basah. Tak memberi jawaban kehidupan atas apa yang tersisa di balik tirai-tirai yang rapat tergantung di jendela-jendela kaca berparas kelabu.
Ranselku penuh sesak membebani punggung. Dadaku tak kalah sesak, ada yang mencekik seiring keluar-masuknya sengal nafas. Dua belas tahun yang lalu aku tumbuh dan bermain di rumah ini. Menikmati pagi hingga pagi lagi, ditemani masakan Ibu dan siulan Bapak. Kini sama sekali berbeda setelah aku kembali dari masa rantau yang tak direstui.
Dua belas kali.
Enam belas kali.
Tak ada siapa-siapa di rumah.
Lalu senyap merayapi langkah kaki di sepanjang jalanku kembali, entah akan ke mana.
“Ibu, Bapak, aku sudah pulang”, ronta batinku lirih. Pagar besi berkarat kututup kembali, kutinggalkan lagi apa yang seharusnya kutinggali.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com