Sabtu, 08 Desember 2012

RIP Bapak #InoYuwono


source


Saya mendengar nama Pak Ino Yuwono sebagai sosok yang killer di mata kakak-kakak angkatan di Fakultas Psikologi Unair. Tentang hukuman-hukuman yang beliau berikan, kedisiplinan yang beliau terapkan, kalimat-kalimat kasar yang beliau utarakan, seolah tak ada satu sisi pun yang bersahabat dari seorang Ino Yuwono.
Saya sendiri baru merasakan diajar Pak Ino adalah ketika mengambil mata kuliah Asas Manajemen (atau yang biasa disingkat dengan Asmen) pada semester tiga. Beliau tak seberapa sering emngajar di kelas saya, hanya sekitar tiga kali. Sisanya, saya bisa melihat beliau seliweran di Fakultas, mengobrol dengan dosen lain.
Kesan pertama ketika beliau memasuki kelas saya, jujur saya takut, takut menjadi sasaran beliau. Melihat sosoknya yang jauh dari raga muda, saya berkata “Kapan sih orang ini pensiun?”. Pemikiran yang penuh dosa, saya akui. Tapi, pikiran itu segera terganjar dengan berjalannya waktu yang saya nikmati ketika menjumpai beliau di kelas.
Daya ingat saya rendah, saya tak mampu mengingat sebaik dan sama persis dengan apa yang diingat teman-teman mengenai kalimat-kalimat yang beliau utarakan di kelas kala itu. Satu yang saya ingat betul, beliau berkata bahwa beliau menginginkan sarjana Fakultas Psikologi Unair lulus sebagai mahasiswa yang berpedoman buku, bukan lulus sebagai mahasiswa power point. Berkali-kali beliau menekankan pentingnya membaca dan membaca. Itu yang saya ingat. Sisanya, saya menyukai candaan-candaan beliau yang kerap kali menggoda beberapa mahasiswa di kelas.
Tapi jujur, ingatan minim itu mampu merubah saya. Saya jadi gemar membaca. Buku Asmen yang setebal itu saya tuntaskan. Bahkan saya begitu bersemangat mencatat kembali apa yang saya pelajari untuk  lebih memudahkan jika sewaktu-waktu saya butuhkan. Dan semangat itu bukan karena rasa takut saya akan Pak Ino, namun lebih kepada bagaimana ketika itu juga saya merasa bahwa membaca itu perlu, bukan wajib. Dan atas usaha dan kesadaran saya waktu itu, saya mendapatkan nilai yang menurut saya merupakan nilai pertama yang worth it dalam transkrip nilai saya. Nilai yang memberikan hasil sebanding dengan usaha yang saya lakukan.
Lalu pada akhirnya, datang sebuah pagi yang mendung di mana semua warga Fakultas Psikologi berhamburan keluar, Selasa lalu tepatnya. Isak tangis mengiringi kami, bersamaan dengan kabar bahwa Pak Ino telah kembali pada Tuhan. Semua mendadak kelabu. Kematian beliau begitu cepat dan mengagetkan. Rasanya lemas. Baru sehari sebelumnya masih kami lihat Pak Ino mengajar dan duduk-duduk di lobby, merokok asyik.
Saya tak terlalu mengenal beliau, tapi saya merasa kehiangan sekali. Beliau bijaksana, bukan killer. Dan beliau sangat menyenangkan di kelas. Candaan-candaan beliau yang khas, tawa beliau yang kharismatik, saya menangis mengingat betapa menyesalnya saya mengharapkan beliau pension lalu dikabulkan oleh Tuhan dengan cara-Nya. Saya luar biasa kehilangan.
Berhari-hari timeline Twitter dipenuhi tagar #InoYuwono. Tentang kalimat-kalimat beliau, gaya khas beliau, tentang memori-memori warga Psikologi bersama Pak Ino. Secara personal, saya menyesal tidak mengambil peminatan Psikologi Industri dan Organisasi sehingga jarang dan kurang mengenal beliau. Tapi, membaca semua itu membuat air mata saya meleleh lagi. 






dan masih banyak lagi


Setiap kalimat yang beliau lontarkan, bahkan pada saat bercanda pun memiliki makna yang begitu dalam, menancap dan melekat di hati pendengarnya. “Kalian berharap saya pensiun? Walaupun saya pensiun saya nggak akan berhenti ngajar. Saya nggak suka penelitian, saya lebih suka ngajar. Biar, walaupun pangkat saya nggak naik” begitu kata beliau sekali waktu. Betapa beliau membangkitkan semangat kami semua untuk menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya niat dan cara. Beliau memiliki maksud dan tujuan yang begitu hebat di balik kedisiplinan yang beliau junjung tinggi, sama halnya dengan bagaimana orang tua menginginkan yang terbaik bagi anaknya melalui cara mereka masing-masing.
Lalu saya berpikir, beliau begitu dibenci tapi juga begitu dicintai. Tak terhitung berapa banyak yang merasa kehilangan beliau, berapa dalam lubang menganga yang ditinggalkan beliau dalam hati kami, atau berapa banyak pelajaran berharga yang beliau bagi pada kami. Beliau dikenang sebagai orang yang dicintai, sangat dicintai.
Sedangkan saya, nantinya, akan pergi dengan meninggalkan banyak kenangan baik yang membekas di hati orang-orang yang saya tinggalkan?

Source: IG @ramadhanicitraa. Di Fakultas Psikologi Unair, Pak Ino dianggap perwujudan tokoh Mr. Frederikson dalam film animasi Up!


Selamat jalan, Pak Ino Yuwono, Mr. Frederickson. Kau akan tenang di sana bersama doa-doa dari kami, yang mencintaimu dari sini. Kami akan tenang di sini dengan sejuta kenangan bersamamu yang tak tertandingi hebatnya. Doakan kami sukses menjadi sebaik-baiknya mahasiswa yang mengabdi pada ilmu.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com