Setelah beberapa kali maut nyaris
menghampiriku, kini akhir perjalanan telah kujelang. Aku telah sampai pada
akhir dari sebuah perjalanan. Aku tidak pernah menyesal maupun malu. Akhir
perjalanan ini adalah awal sebuah perjalanan baru bagiku.
Teman, aku akan
mengatakan secara tegas tentang apa yang kuyakini. Keyakinan yang memanduku
selama perjalanan hidup, dari awal hingga saat ini, diujung akhir. Aku tak akan
bicara panjang lebar. Bukan sebagai wasiat, tetapi mungkin engkau bisa
mengambil pelajaran. Aku telah mengalami banyak kejadian. Tidak semua, tetapi
apapun yang aku alami adalah pilihanku. Aku jalani setiap pilihan seutuhnya.
Aku menghidupkan setiap pilihan sehidup-hidupnya. Mungkin ada keraguan. Mungkin
ada penyesalan. Mungkin ada kekeliruan. Tetapi tak cukup besar sebagaimana
keyakinanku dalam menjalani pilihanku.
Hidup adalah mengenai tujuan sekaligus
cara kita menjalaninya. Kesedihan terbesarku adalah ketika menyaksikan banyak
orang menjalani hidup tanpa menjalaninya. Orang menjalani kehidupan yang menjadi
pilihan orang lain, tidak menjadikan hidup sebagai bagian dari dirinya. Hidup
seolah sebagai beban dari orang lain yang dibebankan kepadanya. Jangan heran,
bila dalam banyak perjumpaan aku banyak bertanya. Pertanyaan mengenai
tujuan-tujuan dari pilihan tindakanmu.
Untuk apa kuliah? Untuk apa belajar?
Untuk apa bekerja? Untuk apa hidup? Banyak orang terkejut, bahkan terganggu
atas pertanyaan sederhanaku ini. Banyak orang yang mengabaikan pertanyaan itu
karena hidup tidak menjadi bagian dari dirinya. Mengapa aku tanyakan pertanyaan
sederhana itu? Hidup adalah anugerah bagimu, sebagaimana engkau adalah anugerah
bagi sesama dan kehidupan. Bagaimana bisa mensyukuri anugerah bila kita tidak
tahu kemana kita akan menuju dalam hidup? Namun pertanyaan sederhana mengenai
tujuan hidup sering kali tidak menemukan jawaban. Banyak orang tetap memilih
untuk tidak menjawab pertanyaan itu, apalagi untuk menjalani jawabannya. Orang
memang lebih nyaman untuk menjalani apa yang sudah dijalani bertahun-tahun
meski dia tidak tahu kemana arah tujuan. Ada banyak orang yang tidak menyukai
cara mengajarku.
Mereka mengatakan caraku mengajar itu biadab. Sayangnya,
cara-cara yang disebut biadab itu yang lebih sering membuat orang berani
meninggalkan kenyamanannya. Cara-cara biadab itu yang justru menyebabkan orang
tergerak untuk menjadi orang yang lebih beradab. Bukannya aku menyukai
cara-cara biadab itu. Aku tahu, banyak yang membenci cara-caraku itu. Aku tahu,
banyak orang mengindari aku. Aku tahu, banyak orang bicara seperlunya denganku.
Aku juga tau, ada orang-orang yang menertawaiku. Aku hadapi konsekuensinya
selama sebuah cara bisa membuat orang lebih terdidik. Aku sangat mencintai
pendidikan. Aku sangat menyukai mendidik, berapapun biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan itu. Meski aku seolah menjadi monster ganas yang ditakuti orang,
meski aku seolah berada di puncak gunung, sendiri dan sepi, cintaku pada
pendidikan melampaui semuanya itu. Mendidik adalah panggilan hidupku.
Selama
perjalanan hidup, aku telah melakukan banyak tindakan. Aku nikmati beragam
suasana dalam perjalananku itu. Ada kalanya, tawa bahagia menjadi warna. Tak
jarang, kesepian datang menyergapku, seperti disergap sekawanan serigala yang
lapar. Tetapi aku nikmati kesepian itu, sebagaimana aku menikmati tawa bahagia.
Terimakasih, telah menjadi temanku, dikala tawa menjadi warna, terimakasih pula
ketika sepi datang menggigit.
Teman, selama perjalanan ini, aku telah
bertemu engkau. Mungkin pada suatu belokan, pada jalan lurus terbentang, pada
turunan curam atau jalan yang mendaki tajam. Setiap momen perjumpaan mempunyai
warnanya sendiri. Engkau mungkin mengenalku pada suatu momen, mungkin tak
mengenalku di momen yang lain. Ya, inilah aku. Inilah kehidupan yang beragam
ini. Aku mungkin seperti yang kau bayangkan, sekaligus bukan seperti yang kau
bayangkan. Bila dalam perjumpaan tersebut ada pelajaran, ambil dan manfaatkan.
Bila dalam perjumpaan tersebut ada perbedaan, jadikanlah sebagai cermin.
Janganlah sesekali berusaha meniruku. Engkau adalah keagungan kehidupan sejati.
Engkau adalah anugerah bagi kehidupan. Jadilah dirimu. Jalani jalanmu. Apa
artinya manusia bila tidak menjadi dirinya sendiri? Kebanggaanku dalam hidup
bukanlah karena jasa-jasaku pada kehidupan. Kebanggaanku terbesar adalah
terhadap pilihanku untuk menempuh jalanku sendiri. meski terjal, meski sendiri,
meski sepi. Apapun akibatnya, aku bangga mengatakan bahwa inilah jalanku.
Sekarang, aku sudah di akhir perjalananku.
Aku tidak lagi menentukan pilihan. Engkaulah yang mempunyai pilihan.
Memanfaatkan kesalahanku atau membiarkan kesalahanku menjadi ganjalan dalam
hatimu. Mengambil pelajaran dari perjalananku atau melupakan pelajaran seiring
waktu berjalan. Aku tidak pergi meninggalkanmu. Aku melanjutkan perjalananku.
Akhir perjalanan hidupku adalah awal sebuah perjalanan baru. Sapalah aku bila
kita berjumpa dalam perjalanan yang sama di lain waktu. Aku akan dengan senang
hati meluangkan waktuku untuk berbicara lagi denganmu.
Dari hati yang paling dalam. Temanmu,
Christiphorus Daniel Ino Yuwono
5 komentar:
Pus ini bikinan kamu ta? Sedalam inikah yg kamu tahu ttg pa ino? Atau kamu berusaha menjadi dia lalu ditulis?
Bukan. Ini yang menulis Pak Ino, semacam surat wasiat tapi bukan. Sengaja ditinggalkan untuk para mahasiswanya, dibacakan ketika upacara Penghormatan Terakhir siang tadi di kampus, sebelum jenazah beliau dikremasi.
Dosenmu ini dosen juara satu seluruh dunia..
Dalem sekali... Meskipun saya tdk mengenal dosenmu ini, tp lewat tulisan ini saya serasa telah mengenal beliau lama. Dedikasinya tinggi banget. Jarang sekali ada dosen seperti ini :)
bener, beliau yang terbaik! :)
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)