Aku membawa sebilah pisau untuk kutusukkan padamu malam ini. Bukankah ini akan menjadi malam panjang kita, Sayang ? Di mana kita berdua berdansa dan bercumbu mesra untuk satu malam terakhir yang mempunyai ujung cerita yang mengesankan. Atau mungkin mengenaskan ?
Sudah. Sudah kuasah tajam mata pisaunya. Berkilatan kalau kau melihatnya di bawah cahaya terang. Namun pisau ini akan menggelapkan separuh sisa hidupmu, sisa malammu. Tenanglah, runcingnya tak akan menyakitimu. Karena tepat di degup jantungmu, akan kumatikan saklarnya dengan pisauku. Tidakkah aku sudah begitu baik padamu, Sayang ? Bahkan kematianmu pun akan aku permudah walaupun aku bukan Tuhan yang kau sembahi, kau sujud-syukuri.
Lalu ketika dadamu yang bersimbah darah menjadi hal yang begitu ingin kulihat malam ini, kusiapkan juga untukmu sekantong plastik besar untuk menyimpan jasadmu rapi. Tapi aku bingung, Sayang. Harus aku bawa ke mana tubuh kekarmu nantinya ? Sungguh masih ingin aku sandarkan jasadmu di pembaringanku, supaya kamu masih bisa kudekap tiap malam. Memastikan bahwa aku sudah benar-benar memilikimu. Tapi, aku bukan perempuan pengencan bangkai, Sayang. Ah, biar nanti aku pikirkan lagi masalah penempatanmu.
Aku memastikan segala sesuatu yang kukenakan sudah begitu rapi. Di cermin vertikal itu terpantul tubuh molekku. Bergaun merah selutut dengan rambut terurai. Tak ketinggalan mataku, mata yang paling kau kagumi dengan tatapanku yang memesona. Saking memesonanya, kau tidak akan bisa melihat serigala yang kusimpan di dalamnya. Kupersiapkan untuk menerkammu dengan buasnya.
Lalu pisaunya.
Tak hanya satu, tapi dua.
Karena ada yang harus kuhabisi lagi setelahmu, Sayang.
Lelaki yang kamu simpan dariku, yang berhasil menyita separuh perhatianmu dariku dengan gincu merah dan dada imitasinya.
2 komentar:
waw, amazing.. :o
makasssiiiiih :)
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)