Untuk dua puluh empat jam dalam sehari, yang selalu terasa kurang.
Aku heran, mengapa kamu seolah membuat hidup begitu kaku ? Terpaku dalam hanya dua puluh empat jam. Itu tak banyak. Mengapa tak pernah kau sediakan setidaknya bonus lima atau sepuluh jam dalam sehari untuk membuat segala sesuatu lebih santai dan tak terburu-buru ?
Aku hanya tidur beberapa jam saja karena insomnia. Pagi pun kemampuan tidurku terbatas. Lalu kurasakan malam sudah merundung lagi tanpa aku tahu apa-apa saja yang telah kulakukan dalam sehari. Ini tidak adil. Bukankah, kata orang, waktu akan terasa berjalan sangat cepat ketika kita sedang bahagia ? Lalu, kalau kurasakan dua puluh empat jam dalam hari-hariku terasa begitu cepat, sisi mana yang bisa kusebut sebagai sesuatu yang membahagiakan dari hari-hari monoton yang bahkan aku lalui dengan hanya sekedar lewat ?
Aku mencarinya, di balik jarum-jarummu yang berdetak sebanyak 86.400 kali dalam sehari. Aku serius, detaknya begitu cepat hingga belum pernah aku mendapatkan waktu yang cukup untuk menemukan bahagia.
Dalam dua puluh empat jamku, aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya telah aku lewatkan. Seperti berdiri di tengah marka jalan dengan lalu lalang kendaraan di kanan kiri dari pagi hingga petang. Begitu saja seterusnya.
Orang bilang, itu useless.
Jadi, wahai dua puluh empat jam yang angkuh, beri aku lebih banyak waktu untuk bisa melakukan lebih banyak hal. Beri aku detik-detik yang berjalan dengan ritme lebih tenang, tak terburu-buru, agar aku bisa mencari di mana bahagia yang sudah begitu lama aku lewatkan itu.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)