Spatulamu beradu gesek dengan wajan panas, menghasilkan bunyi-bunyian merdu yang tak pernah bosan kamu perdengarkan untukku dari hari ke hari, masa ke masa. Menaruh spatulamu sebentar, lalu kamu sibuk menuangkan ini-itu. Kamu begitu hafal semua resep masakan terbaik yang pernah ada, begitu hafal juga dengan para penghuni dapurmu sehingga mungkin kamu tak akan pernah salah meraba dan memasukkan bumbu-bumbu itu ke dalam masakanmu walaupun matamu tertutup.
Aku menggoyang-goyangkan kakiku yang tersembunyi di bawah meja makan. Menunggumu tak pernah bosan. Seperti ini yang selalu aku suka, melihatmu sibuk dan berkeringat, asyik sendiri sambil memunggungiku. Aku tak perlu merasa malu memperhatikanmu begitu lama. Lagipula, mungkin kamu sudah tahu, apalagi yang bisa kulakukan selain memperhatikanmu selagi aku menunggu kejutan darimu ?
Lalu tak perlu waktu lama, kamu selesaikan masakanmu. Kepiting Saus Jingga, katamu. Cacahan daging-daging kepiting dengan saus merah barbeque Jawa kamu sajikan lengkap dengan sepiring nasi. Asapnya masih mengepul, menarik-narik hidungku untuk ikut tertarik menghirup aromanya lebih dekat.
“Silakan”, katamu dengan senyum mengembang.
Ah, tak usah berlama-lama lagi, kamu pasti sudah bisa menebak apa yang pasti akan kukatakan, kata yang tak pernah absen keluar dari bibirku tiap kali mencicipi rsep-resep barumu. “Great !” Lalu seketika senyummu lebih mengembang lagi, lebih manis dan se-great masakanmu.
“Menurut kamu, suamiku akan suka masakan ini, nggak kalau aku masakin pas hari ulang tahunnya minggu depan”
Dan seperti itulah, aku selalu menjadi pria yang kamu mintai pendapat sebelum kamu memberikan sesuatu yang terbaik untuk suamimu. Kamu selalu ingin suamimu melihat segalanya sempurna, tanpa cacat. Tapi aku, tak perlu peduli kesempurnaanmu. Kurangmupun aku terima.
Mengenalmu tak perlu memakan waktu yang lama, tapi kalau waktu sebanyak sembilan tahun untuk kita saling mengenal kugunakan untuk mencintaimu, tidak akan pernah cukup. Bahkan lihatlah, aku seperti cecunguk bodoh yang merelakan wanita pujaannya berjalan mendampingi kehidupan orang lain, masih saja mencintainya dan belum bisa berpindah sampai selama itu. Tidak akan bisa berpindah. Seperti pangkat “sahabat” yang kamu torehkan untukku, tidak pernah menjadi lebih. Tapi tidak akan pernah bisa berkurang pula rasaku.
Aku mengangguk, mendukung setiap keinginanmu membahagiakan dia.
Lagi dan lagi.
13 komentar:
heuheuheu. cadaas!
Aku bisa mengayati rasanya jadi si cowok-yang-merasa-dirinya-cecunguk-bodoh -_______-
@mas adit : kinda rockin' life :p
@mbak par : iyalah, karena kamu cewek-yang-merasa-dirinya-cecunguk-bodoh (dan aku juga)
wah, dalem..
dalem lautan ? :p
wew, ini soal rasa... :')
iyaa atu :')
suka ceritanya... bagus...
terima kasih Anonim :)
keren! Saya-mungkin-juga-termasuk- cecunguk bodoh
halo Nia, makasih ya :)
jangan jadi cecunguk-bodoh :)
Tidaaak! *melipir ke pojokan
kenapa Iqko ? :o
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)