Minggu, 11 September 2011

Peka


Halo, Kecil.
Ini siang yang panas, dan tiba-tiba aku ingat apa yang pernah kamu bilang dulu, “Kamu itu orang yang nggak bisa menghargai usaha orang lain ya, Pus”. Aku terus berpikir kalau aku memang masih seperti itu sampai sekarang, dan mungkin sampai besok, besoknya, besoknya lagi. Nggak akan berubah.
Sama waktu aku bilang sama sahabat-sahabatku tentang katidaknyamananku menjadi aku yang sebenarnya peka dan tahu sekali akan sesuatu, tapi nggak tahu harus berbuat seperti apa dan nggak bisa berbuat apa yang semestinya aku perbuat. Aku cuma bisa diam, benar-benar seperti robot yang kehilangan baterai.
Seperti waktu aku tahu teman sekamarku lagi nangis. Aku dengar, tapi aku nggak melakukan apa-apa.
Seperti waktu aku tahu temanku yang lain—yang selalu ada buat aku—lagi sedih, tapi aku nggak berusaha ada untuk dia.
Seperti… ah, banyak seperti. Bahkan seperti waktu aku tahu usahamu dulu, tapi aku seperti nggak tahu dan nggak peduli sama sekali.
Aku masih seperti itu. Rasanya aku nggak bisa memeluk, nggak bisa menenangkan orang-orang di sekitarku, nggak berupaya untuk ikut prihatin. Jahat memang, tapi menurutku itu terlalu menye-menye.
Aku terbiasa menanggung bebanku sendiri tanpa aku bagi ke orang lain. Maka aku berpikir, mereka juga pasti bisa seperti itu. Aku nggak mau kalau aku terlihat peduli, tapi aktingku begitu kaku dan terlihat terpaksa. Aku nggak mau. Walaupun sebenarnya aku juga ingin sekali bisa diandalkan, aku ingin sekali mereka tahu kalau sebenarnya aku tahu masalah mereka, hanya saja aku juga ingin mereka memaklumi ketidakmampuanku bertindak manis.
Lalu juga seperti dia, Cil. Dia yang menggantikan kamu. Kamu yang dulu aku anggap masih terbaik sampai aku stuck selama dua tahun, ternyata ada yang lebih baik daripada kamu. Entah ya, apa yang dia mau dari dua bulan yang singkat masuk ke hari-hariku. Aku jatuh cinta lagi, Cil. Lebih hebat dari yang aku rasakan ke kamu dulu, sepertinya.
Tapi lalu dia menghilang, sudah belasan minggu. Dia menghilang tanpa sebab, tanpa alasan yang jelas. Nggak seperti kamu yang memang pergi karena kesalahanku. Aku takut, Cil. Aku takut akan stuck lebih lama lagi.
Sampai temanku bilang, “Cowok bakal berusaha deket sama kamu ketika dia suka kamu, Pus. Ada saat di mana tiba-tiba dia menghilang itu karena dia pengen tau apa kamu ngerasa kehilangan dia apa nggak, apa kamu punya perasaan yang sama kayak yang dia rasain apa nggak”
Apa iya ? Bagaimana kalau ternyata dia memang berniat menghilang dari kehidupanku, Cil ? Bagaimana kalau ternyata aku yang terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa dia-pernah-berusaha-mendekati-aku ? Aku takut menghadapi rasa kecewa di atas rasa kangen ini Pasti rasanya sakit.
Bukankah aku masih memegang prinsip ini sampai usiaku sudah hampir 20 tahun : perempuan itu dicari, bukan mencari. Lalu, seperti yang sudah-sudah, aku nggak melakukan apa-apa di dunia nyata, walaupun sebenarnya aku mencarinya diam-diam dalam doa-doa yang terus terselip namanya.
Doakan aku, Cil.
Oiya, senang liat kamu langgeng sama perempuanmu, kalian mirip :)


5 komentar:

prdnk mengatakan...

pinjem kata-kata kamu ya pus, oh-so-me banget :o

Asop mengatakan...

“Cowok bakal berusaha deket sama kamu ketika dia suka kamu, Pus. Ada saat di mana tiba-tiba dia menghilang itu karena dia pengen tau apa kamu ngerasa kehilangan dia apa nggak, apa kamu punya perasaan yang sama kayak yang dia rasain apa nggak”

Oh ya, bukan karena bosan menunggu karena lama sang wanita gak memberi tanda-tanda? :D

Putripus mengatakan...

@mbak par : hahaa teyima kaciii :)

@asop : nah itu juga bisa, haha banyak kemungkinan, makanya bingung harus gimana :)

Anonim mengatakan...

Wahaha. Keren, Kak. Nggak klise. :D

Putripus mengatakan...

huhu, makasih yaa :)

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com