Sabtu, 07 Januari 2012

Poni


“Sayang, itu poni kamu udah makin panjang”, kata Tomi sambil berusaha membenarkan poni miringku yang sudah terlalu panjang hingga beratnya membuatnya jatuh ke bawah, menutupi mataku.
“Biar, Sayang. Ini pembawa hoki. Kalau dipotong, hokinya ikut kepotong” jawabku sekenanya.
***
“Sayang, temenin aku yuk potong rambut. Abangnya jago kok, potongannya bagus, biar kamu potong poni sekalian” rayu Tomi dari seberang saluran telepon.
“Jangan, Sayang. Aku lagi jerawatan nih, kalau dipotong poninya nanti kamu ilfil liat jerawat aku yang lagi waktunya panen. Gede-gede” jawabku, sambil mengelus-elus poni yang selalu jadi bahan utama pembicaraanku dan Tomi.
“Bukannya pakai poni malah bikin jerawatan ?”
“Nggak kok. Udah ah, jangan ribet. Poninya nggak ribetin hidup aku kok”
***
“Sayang, itu poninya mau dipanjangin sampai perut ? Itu udah kepanjangan, nggak enak diliatnya. Potong dong, tengah malem kamu minta dianterin ke salon pun aku mau kok” lagi, Tomi merengek padaku.
“Tomi sayang, nanti…”
“Hoki kamu ilang ?” potong Tomi cepat. “Jangan konyol dong. Sumpah, tiap ketemu kamu, eye contact  kita jadi berkurang. Kamu jadi nggak bisa fokus gara-gara ngelus poni kamu terus. Ngobrol sama kamu jadi berasa dicuekin. Kalau ketemu, aku cuma pengen liat mata kamu lama-lama, aku pengen kamu natap mata aku juga. Bukan malah kamu sibuk sendiri sama poni lemparmu yang lagi nge-trend itu”
“Kok marah, sih ? Kamu nggak bisa ya ngehargain apa yang aku suka ?!” nada bicaraku meninggi, mengimbangi jejak kesal di raut muka Tomi. Tomi egois !
***
Sayang, nggak ngobrol sama kamu empat hari gara-gara poni itu nggak enak. Kamu tahu, nggak ? Tadi malam akhirnya aku minta anterin Adek buat ke salon, potong poni. Nih, poniku jadi cekak, tapi ini buat kamu. Biar kamu nggak aku duain sama poniku, biar kamu bisa liat mata aku lama-lama, dan aku bisa natap balik mata kamu.
Tapi, Sayang, ternyata bener, kan ? Setelah aku potong poni, hokiku berkurang. Pulang dari salon, Bunda langsung peluk aku, bilang kalau Mama kamu barusan telepon, ngabarin kalau kamu kecelakaan. Ada bus nyerempet kamu waktu kamu lagi perjalanan menuju rumahku.
Bangun, Sayang. Aku belum sempat natap kamu lama-lama. Aku belum ngobrol lagi sama kamu setelah empat hari. Bangun, Sayang.
Isakku memecah di pemakaman Tomi. Tomi tewas di TKP semalam. Aku yang egois ini, belum sempat meminta maaf, belum sempat memeluknya dan melihat ke dalam matanya. Bahwa benar-benar hanya aku yang sedang diharapkan bisa membalas tatapannya.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

cerita yang mengharukan...keep posting...blogwalking*

http://girlsthatdance.blogspot.com/

Putripus mengatakan...

terima kasih mas Tri Herlambang :)

bozies mengatakan...

ceritanya sedih,mengharukan,,,,, tapi lucu..bisa bkin ketawa sendiri...

Putripus mengatakan...

jangan ketawa sendiri bozies, makasih :)

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com