Halo, A.
Beberapa hari yang lalu, kamu ke rumahku. Cerita ini-itu. Cerita tentang pacar barumu. I don’t even know who he is, but sorry to say, aku khawatir sama kamu. Aku tahu, men-judge orang itu bukan perbuatan yang baik, apalagi aku belum pernah bertemu langsung atau bahkan berkenalan dengan laki-lakimu. Tapi dari ceritamu, sepertinya kamu cukup tahu kenapa aku begitu khawatir.
Wajar, kan kalau aku menilai dia tidak lebih baik dari mantanmu sekalipun kamu sudah cinta dan sayang setengah mati dengan dia ? Wajar, kan kalau aku takut kamu dirusak sama dia ? Untuk dia, kamu termasuk orang awam. Aku khawatir sekali ketika kamu sudah sangat memercayainya, dan dia menyalahgunakan kepercayaanmu. Mm, mungkin aku berlebihan menurutmu, pengaruh kebiasaanku berlama-lama menonton rentetan episode sinetron tiap hari. Tapi percayalah, seperti yang berkali-kali aku katakan ke kamu waktu kamu ke rumahku. Aku khawatir. I know, I ain’t a mind reader like him dan nggak sepantasnya aku seperti ini.
Aku bukan pemercaya bahwa sahabat itu benar ada. Aku juga tidak pernah memaksa kamu menganggapku sahabat. Aku selalu berpikir “Siapa aku yang harus mendiktemu ?”. Bagaimanapun, kamu berhak memilih, berhak memutuskan, berhak atas apa yang kamu punya dan kamu percaya. Iya, aku tidak pernah menganggap bahwa aku sahabatmu. Hanya saja, biarkan aku memberimu sedikit kalimat yang lebih mirip nasihat. Bahwa, berhati-hatilah, jangan terlalu memercayainya. Aku tidak akan menyuruhmu putus begitu saja, atau jaga jarak, atau apalah. Hanya saja, kekhawatiranku tidak biasa. Tapi apapun itu, semoga yang kamu jalani sekarang adalah yang terbaik. Tidak masalah sama sekali kalau pada akhirnya kamu mengabaikan kekhawatiranku.
Jaga diri, ya.
Pupus.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)