“Awannya bagus”, katamu suatu siang, sambil menunjuk gumpalan cumulonimbus yang berarak di angkasa sejauh mata memandang. Tubuh kurusmu terhempas di kolam pasir taman tempat kita bermain seharian sampai berkeringat, sampai bau matahari.
Iya, bagus. Kubayangkan cumulonimbus berbentuk mobil besar, tempat kita menghabiskan waktu-waktu berdua dengan kaca terbuka biar udara menemani kita. Lalu kita tertawa-tawa, melambaikan tangan kepada jalanan, kepada hari libur sekolah.
Kubayangkan pula cumulonimbus membentuk wajah kita sepuluh tahun ke depan. Saat pipimu mulai berisi dan tawamu makin renyah memperlihatkan kedua gigi gingsulmu. Lalu di sebelahmu ada aku, perempuan berkuncir satu dengan mata yang bersinar dan bibir kemerahan.
Lalu cumulonimbus bergerak perlahan, membelah diri menjadi dua gumpalan sama besar. Kubayangkan kita berpisah, tak bisa lagi seperti ini : menikmati hari berdua, berkejaran tanpa alas kaki, mengotori seragam sekolah kita, bermain sampai sore hingga lupa waktu, meyantap biskuit kesukaan kita.
Aku ikut rebahan di sampingmu, membiarkan butiran-butiran pasir kehitaman naik-naik ke atas rok renda-rendaku. Kupandangi awanmu lagi. Ah, aku hanya anak sepuluh tahun dengan khayalan yang kejauhan. Awan itu, tiba-tiba nampak biasa saja. Tak membawa pesan-apa-apa. Untukku, kamu, kita.
#8 Pesan
#15harimenulisdiblog
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)