Ini hari yang mendung. Ah, tidak. Ini hari yang gelap, gelap sekali. Aku terjaga di sebuah ruangan berbau obat, aroma khas ruang rawat inap. Banyak suara di sini, aku bisa mendengarnya dengan jelas.
Kuedarkan pandanganku, berusaha mencari titik cahaya. Tidak ada. Atau memang hari ini masih terlalu dini untuk diawali dengan membuka tirai jendela karena bahkan matahari masih bersembunyi di balik peristirahatannya ? Gelap. Masih gelap.
Tapi suara-suara itu. Aku bisa merasakan banyak orang menyesaki ruanganku. Sekitar lima atau enam. Ada tangan besar yang memegang pundakku, entah siapa dan apa yang dilakukannya.
“Maaf, kami berusaha semaksimal mungkin. Namun operasi ini gagal. Adrian mengalami buta total”
Itu namaku. Namaku disebutnya. Tapi, apa ? Buta total ? Tidak mungkin. Semalam baru saja kulihat meriah warna-warni perayaan tahun baru bersama gadisku, Gladis. Kami salik peluk, saling mendaratkan kecupan kecil di dahi. Bahkan aku masih mengingat jelas tiap detik yang terekam malam kemarin.
Tuhan, ya, aku baru sadar aku mengalami kecelakaan. Parah. Aku mendengar tangisan kelu Gladis di sebelahku, meneriakkan minta tolong dengan suaranya yang parau.
“Gladis di mana, Dok ?!” tanyaku, setengah berteriak.
“Tenang, Gladis aman sekarang, sudah tenang dia”
Aku belum begitu memercayai raut suara dokter itu, entah kenapa. Aku mau turun dan menengoknya langsung.
***
Dokter mengantar Adrian menemui Gladis yang sedang beistirahat di kamarnya. Adrian meraba wajah tenang Gladis, kekasihnya. Gladis masih diam. Adrian paham benar kalau Gladis pasti sedang tidur. Ada kelegaan di hati lelaki itu mendapati Gladis masih dalam keadaan yang baik. Dia hanya butuh istirahat, pikir Adrian yang tak lagi mempedulikan kebutaannya.
Ruang rawat inap Gladis yang bertuliskan Kamar Jenazah, akan membawanya ke pusara yang lebih menenangkan sekaligus menyakitkan, tanpa sepengetahuan Adrian.
#5 Hilang
#15harimenulisdiblog
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)