Kamis, 05 Januari 2012

Hai, Tampan.

Hai, Tampan.

Ketika akhirnya kita harus bersandang pada realitas yang menyakitkan, saat itu jugalah kamu kalah telak. Manusia berubah. Kamu berubah. Tapi aku, yang menang mempertahankan egoku ini, masih saja menatapmu yang terbingkai kaku dalam pesona hitam putih di balik pigura yang bertengger di atas dinding kamarku dengan hati yang bergetar, setiap hari. Lama-lama, lekat, rekat.

Apa kabar, Tampan ? Sudah dua tahun tujuh bulan ya kita mengikrarkan perpisahan. Masih terasa beratnya, kita terlalu serupa dalam banyak hal, terlalu lama bersatu beriringan. Kalau masih ada kamu di sini, orang pasti menyangka kalau kita kembar laki-perempuan. Atau yang paling ekstrim, mereka yang masih memegang mitos pasti yakin kalau kemiripan kita adalah tanda kalau kita berjodoh. Haha, basi sekali.

Memperhatikanmu lama-lama dari jauh begini, bukan berarti aku ingin kembali ke masa itu, Tampan. Hanya saja, aku sering geli sendiri mengingat gaya bicara dan gaya berjalanmu yang lucu, yang membedakanmu dari lelaki lainnya. Juga sisir rambut warna putih yang selalu bisa kau bawa ke mana-mana di dalam kantung celanamu. Rambutmu selalu rapi, biar enak dilihat, katamu berulang kali kepada siapapun yang mencibirmu berkelakuan seperti perempuan.

Tampan, hari ini aku sedang banyak mengingatmu. Karena sebentar lagi, aku harus jauh-jauh membuang fotomu. Akan ada pigura baru yang terpajang menggantikan posisimu. Berisikan aku dan seorang lelaki baru yang siap menjadi suamiku. Bulan depan, tepatnya. Kamu tidak mau kan aku kepergok suamiku membelai-belai foto lelaki lain ? Aku juga tidak mau. Akan sulit menemukan pengganti sepertinya.

Tampan, sudah dua tahun tujuh bulan. Tapi pelupuk mata ini masih sering bergetar mengingatmu.
Apa kabar, Tampan ?

Jangan sedih. Walaupun fotomu kulenyapkan jauh-jauh, aku masih bisa melihatmu jelas dalam cermin yang tiap hari kutatap. Kadang aku rindu kamu, Tampan. Aku rindu kamu, tubuh lamaku.

Ah, tidak. Sudah kutempatkan jiwaku dalam tubuh berkelamin perempuan. Keputusan yang tepat. Aku tidak ingin kembali menjadimu yang bersusah payah meyakinkan mereka bahwa bukan dalam wujud seperti itu aku seharusnya. Kau yang begitu tampan, tapi segemulai perempuan. Aku sakit dicerca. Mungkin dengan begini, Tuhan akan tahu bahwa Dia pernah alpa, salah menaruh seorang perempuan dalam wujud lelaki.

Ssstt, Tampan, sudah dulu ya. Jangan pernah bocorkan rahasia ini ke calon suamiku nanti. Bahwa dulunya, aku adalah kamu, mantan lelaki.



Ke dalam kardus usang, kuletakkan foto lamaku beserta semua pakaian lelaki yang pernah kupunya. Bahwa Agus Laksono bertransformasi menjadi Ririn Andriyani, biar aku dan Tuhan saja yang tahu. Salah sendiri keluarga mengasingkanku.

4 komentar:

Asop mengatakan...

....well done!

Putripus mengatakan...

terima kasih Asop :)

felicielo mengatakan...

sukaaaaa :D

Putripus mengatakan...

makasih Felicielo :D

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com