"Sayang, ini dari Ayah" wajah itu berseri-seri, mengulurkan sekantung plastik bakpau yang masih hangat, memunculkan butir-butir embun yang merayapi bagian dalam kantung plastik tersebut. Beberapa hari terakhir, usaha bakpau rintisan Koh Lang laris manis. Aku pula yang turut merasakan rejekinya, bakpau-bakpau istimewa buatan Koh Lang langsung, dengan salam-salam manis dari Koh Lang untuk keluargaku. Aku menarik lelaki itu masuk. Tangannya masih sekurus hari kemarin dan kemarinnya lagi. Masih mencengkeram dan berbagi bongkah-bongkah bakpau untuk dimakan bersama. Sudah menunggu keluargaku di ruang tengah. Duduk di meja bundar sederhana. Tersaji di depan mata gulai kambing dengan nasi kebuli. Juga ada samosa sebagai pelengkap nikmat santap malam. Kutata enam buah bakpau di atas piring bening, kuletakkan tepat di tengah, diapit menu-menu khas Timur Tengah. Lelaki itu mencium tangan Abah dan Umi, sopan sambil tersenyum. Senyum yang mengembangkan kedua pipinya sekaligus menenggelamkan matanya yang terlahir sipit seperti segores garis. Pada perjamuan makan malam kesekian ini, kami telah duduk rapi, siap melahap habis segala yang tersaji. Tak peduli lelakiku keturunan Cina dan keluargaku yang kental Arab. Tak peduli jika kami menikah kelak apakah anak kami sipit dan berhidung bangir, atau perpaduan lainnya. Kami berlindung dalam satu Tuhan, dan meja makan tempat berbagi nyaman. |
Selasa, 07 Agustus 2012
#13 Perjamuan
Label:
#30Hari90Cerita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)