Rabu, 15 Agustus 2012

#20 S(e)tasiun

Sore masih menyisakan aroma matahari yang begitu panas dan tengik di ubun-ubunku sejak menunaikan istirahat tadi. Pukul 15.47 Waktu Indonesia Barat. Tapi entah Bapak memakai arloji dengan pengaturan waktu bagian mana. Sementara aku masih terjebak meeting yang tak kunjung usai, sambungan telepon tak juga digubris Bapak.
Aku benci ketika harus menggunakan kata 'seharusnya', karena ketika kata itu akhirnya kugunakan, pasti telah terjadi sesuatu di luar rencana. Seperti hari ini.
Seharusnya Bapak mengabariku lagi akan menuju Jakarta dengan kereta api apa dan pukul berapa. Seharusnya meeting ini tak terjadwal hari ini, dadakan. Konsentrasiku sungguh pecah terbagi.
Masih diam-diam, aku seperti pencuri waktu. Pencuri kesempatan untuk sekali lagi menghubungi Bapak di tengah meeting.
Tuut... Tuut... Tuut...
Tersambung!
Tuut... Tik!
"Halo?"
Nah! Suara Bapak di ujung sana!
"Halo, Pak? Bapak di mana? Dari tadi Nia hubungi kenapa nggak bisa?" berondongku dengan beberapa pertanyaan yang tersumbat dari tadi. Tentunya, berbisik-bisik.
"Bapak lagi di setas--" belum tuntas jawaban Bapak, telepon putus.
Setas? Tempat apa yang diawali dengan kata Setas? Aku memutar otakku, Bapak tak bisa dihubungi setelah itu. Hanya ada dua kemungkinan: Bapak di daerah minim sinyal atau baterai telepon genggam Bapak terkuras habis.
Setas. Apa nama depot pinggir jalan? Jakarta tidak ada depot dengan nama seperti itu, setahuku. Atau depot dekat rumah di Jawa Tengah? Ah, bagaimana ini.
* * *
16.18 Waktu Indonesia Barat.
"Jemput bpk d setasiun"
Lama aku berusaha menulis pesan singkat itu, setelah mencari orang baik yang sudi meminjamkan telepon genggamnya.
Tapi, sial, aku tak hafal nomor telepon Mia, anakku. Maka semua percuma.
"Maaf Mas, ndak jadi. Biar tak tunggu aja wis anak saya di setasiun ini"

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com