Rabu, 29 Agustus 2012

#25 Bima dan Aurora


Bima, lagi-lagi aku duduk di bangku paling belakang. Sementara kau di bangku terdepan adalah pusaran energi letak semua mata terpusat memandangmu. Bukankah Tuhan cukup Adil, Bima? Untuk selalu menempatkanmu pada posisi teratas sebab kau memang terlahir istimewa. Sedang aku yang terlahir tanpa dua kaki lebih layak menempatkan diri yang lemah ini di atas kursi roda, duduk di deretan bangku paling belakang, tempat segala punggung menghadapku.
Kau terlahir serupa galaksi, Bima. Kaya, cerdas, tampan. Kau miliki semua tanpa terkecuali. Hidup yang sempurna. Hingga apalagi yang membuatmu masih duduk sendiri di depan sana? Siapalah aku, Bima, si cacat yang berani-beraninya menduduki bangku kosong yang selalu menjajarimu. Melirikku pun kau enggan.
Dari sini saja, Bima. Dari sini saja biar puas aku menghabiskan fungsi mataku ini untuk memperhatikanmu lekat-lekat.

***

Rora, selalu kusisakan satu bangku kosong di sampingku, agar kau bisa menikmati jarak pandang yang sama dengan apa yang kunikmati. Bagaimana cara mengajakmu bicara? Kau adalah gadis penghuni kursi roda yang selalu mundur saat belum sampai sepuluh jengkal langkahku mengajakku untuk mendekatimu.
Kau adalah warna-warni di udara, Aurora. Kau masuki perkuliahan tanpa dua kakimu hingga tak satupun mengalihkan tatapannya dari sosokmu yang kuat dan mandiri di atas kekuranganmu. Tidakkah itu memesona? Kau adalah satu yang berbeda dari sekian ratus penghuni universitas yang sama dan monoton. Maka mencuri pandang demi untuk bisa menikmati warnamu adalah kebiasaan baruku, Rora.
Aku melihat bagaimana kau memilih terasing dari sekian banyak perhatian yang terarah untukmu. Karena kau begitu kuat, Rora. Kau tak ingin dikasihani. Dan pilihanmu yang jatuh pada bangku paling belakang setiap harinya adalah bukti bahwa kau tak ingin berada di depan dan menghisap belas perhatian.
Sini, Rora. Duduklah di sampingku sekali-kali. Aku akan senang.

***

Jeda kuliah, Bima dan Aurora bertemu. Pandangan mereka bertumbukan, lenting sempurna. Keduanya saling melempar senyum, lantas menunduk, pamit diri.
Begitu seterusnya.
Dalam satuan waktu yang tak terhingga, Aurora berada dalam galaksi Bima. Pun Bima, menjadi pusat bumi Aurora mengangkasa. Segalanya mereka rasakan diam-diam.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan jejak :)

Cari di Sini

 
 
Copyright © Sepotong Keju
Blogger Theme by BloggerThemes Design by Diovo.com