Sore ini, Bapak menyuruhku membeli bohlam di toko dekat rumah. Ini bukan masalah sederhana, ini masalah yang pelik dan cukup membingungkan untukku yang otaknya berpikir lambat. Lihat saja, Bapak yang menyuruh, tetapi aku yang harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa menyulitkanku sebagai anak bungsu yang kurang memahami masalah rumah. Bohlam merk apa? Ah, merk apa saja bisa. Warna kuning atau putih? Warna putih karena dinding rumah kami biru terang. Tak akan baik jika dipasangkan dengan kuning. Retro sekali, seperti tabrakan warna pakaian orang-orang '80-an yang hendak berajojing. Berapa watt? Kira-kira berapa watt yang lebih cocok dipakai untuk ruang tamu rumah kami yang ukurannya... err... perlukah mengukur ruangan dahulu untuk mengira-ngira? Mau yang spiral atau biasa? Duh, lihat kan betapa persoalan lampu sebegitu hebat menguras waktu dan pikiran? Membeli lampu tidak semudah membeli martabak. Martabak manis atau martabak telur? Mau isi apa saja atau memakai berapa telur? Hanya dua pertanyaan inti dan beres perkara. Setelah banyak pertimbangan, aku menolak perintah Bapak. "Dikira-kira sendiri, kan bisa" begitu kata Bapak, yang sepertinya akan sama tafsirnya dengan "Terserah". Ah, itu bukan jawaban. Aku lebih suka kepastian. |
Senin, 13 Agustus 2012
#18 Berlebihan
Label:
#30Hari90Cerita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
wkwk hal yang sebenarnya 'biasa' saja bisa jadi 'luaaaarrr biasa' ya bagi cewek, karena cewek lebih mendominasikan perasaannya. Jadi sebelum melangkah, uda teracuni dulu sama perasaannya :p
hahaa bener banget :p
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)