Pukul dua puluh lewat empat puluh tujuh malam. Ini adalah sebuah kisah pendek tentang resah. Hari pagi hingga malam telah menjelma ke dalam semangkuk sup jamur yang tak lagi mengepulkan asap hangat semangatnya. Tergolek begitu saja di atas meja, sedikitpun tak terjamah. Ini adalah mangkuk ketiga yang dibiarkannya. Hujan masih deras di luar, menciptakan genang-genang baru di halaman rumah. TV telah lama mati, menyeruakkan hening sejak hari pertama kami berdebat hebat. Tak ada yang kalah, hanya saja dia beranjak sambil membanting pintunya keras-keras, meretakkan air mata di pelupuk yang akhirnya jatuh juga. Sebuah pertengkaran karena hal sepele yang selalu berujung pada jurang keras kepala masing-masing. Aku tak bisa memasak. Tapi ini favoritnya. Semangkuk sup jamur dengan potongan wortel dan utasan bihun. Tiga hari ini Bogor diguyur hujan malam-malam. Adalah kesukaan kami berdua, menyesap sup jamur panas-panas sambil duduk di dekat jendela. Membicarakan kebiasaan ayahnya dulu, membicarakan tetangga yang juara menghasut, hingga pada topik siapa pria yang sedang mengencaninya, dan akan malu-malu dijelaskannya. Ini adalah mangkuk sup jamur kelima sejak kami sama-sama diam. Kubuatkan khusus untuknya. Karena, dengan cara apalagi seorang Ibu meredam ego anaknya selain memaskkan sesuatu yang disukainya? Aku masih menunggu dengan sabarku. Sent from Yahoo! Mail on Android |
Jumat, 10 Agustus 2012
#14 Hari Ketiga
Label:
#30Hari90Cerita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)