Kaki
mereka hitam lusuh, berlarian meninggalkan jejak-jejak air yang meloncat tinggi
pada genangan. Berkecimpung dalam jutaan jarum angkasa yang menghunus bumi
bukan lagi menjadi masalah yang berat. Tak lagi dingin yang mereka rasa. Peka
kulit di sekujur badan mereka telah menebal. Pula pakaian lama serbatipis yang
mereka kenakan, bukan lagi menjadi pembawa gigil yang perlu diresahkan.
Ini
yang mereka tawarkan kepada orang-orang di halte yang tidak kebagian kanopi,
atau orang-orang di teras mal yang hendak keluar mencari taksi menuju tempat
lain, atau mahasiswa-mahasiswa yang hendak kembali ke kos masing-masing, saat
hujan tiba-tiba merayap begitu saja: perlindungan. Rasa aman yang begitu mahal,
mereka tawarkan sukarela dengan mengandalkan satu payung berukuran besar, cukup
untuk melindungi dua-tiga orang yang ingin menumpang teduh, lantas membiarkan
mereka sendiri basah kuyup terguyur hujan dan hanya menerima tiga lembar
seribuan.
Bocah-bocah
ojek payung, bahagia hujan-hujanan tanpa perlu dimarahi orang tua seperti anak
kaya raya lainnya. Takut sakit adalah dua kata yang tak ada di kamus mereka
sejak mereka membiasakan diri bertemankan hujan.
Toh,
lagi-lagi semua demi sesuap nasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)