Saya tergerak bikin tulisan ini setelah liat banyak liputan mengenai Alm. Elfa Secioria. Beliau adalah public figure yang memukau dan membuat saya terkesima sekaligus bangga dengan dedikasinya untuk Indonesia :)
Jadi guru ? Hmm, mungkin saya adalah orang yang paling akan menolak kalau orang tua saya memaksa saya menjadi guru. Seperti yang pernah kejadian juga pada masa-masa lulus SMA—tepatnya waktu saya bingung nyari kuliah. Orang tua saya—terutama Mama—tergiur dengan pekerjaan menjadi guru. Pegawai negeri, gaji enak, pekerjaan nggak berat, terjamin, dan sebagainya. Berulang kali, Mama menyuruh saya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah keguruan. Tapi itu adalah pekerjaan yang BIG NO buat saya.
Guru bukan pekerjaan yang mudah dengan penghasilan yang memuaskan seperti yang Mama bilang. Memang, kesehatan dan upah kerja hingga upah pensiunan guru itu terjamin. Tapi menurut saya tidak semudah itu pula mendapatkannya, harus diimbangi dengan usaha yang keras, baik, dan benar.
Guru. Identik dengan mengajar, mengelola satu kelas dengan caranya sendiri supaya bagaimana kelas yang dia pegang bisa menjadi kondusif sehingga konsentrasi murid-murid bisa terpusat padanya. Seorang guru haruslah mnjadi sosok dengan kepribadian yang baik sehingga dia layak menjadi panutan bagi murid-muridnya, menjadi suri teladan bagi anak didiknya.
Masih berbekas dalam ingatan saya tentang sosok seorang guru di masa saya sekolah. Entah hanya perasaan saya atau tidak, beliau kurang bisa diandalkan layaknya seorang guru. Kebanyakan guru mengatakan, bahwa sebelum pergi mengajar, guru pun bertindak seperti seorang murid : mempelajari materi yang akan diajarkan sehingga di depan kelas, sang guru sudah menguasai materi dengan lebih baik untuk dibagikan kepada para siswa. Tapi, guru saya yang satu itu terlihat sangat tidak menguasai materi. Mengabaikan informasi dari buku-buku yang kami pelajari, dan dengan egoisnya memaksakan kehendak bahwa yang dikatakannya berdasarkan ingatannya adalah yang paling benar.
Tak hanya itu, berkali-kali beliau berkata, “Saya sih enak, nggak ngajar juga gajinya nggak berubah”. Oke. Mungkin beliau berkata seperti itu karena kita kelewatan gaduh di kelas atau melakukan aktivitas yang tidak seharusnya dilakukan saat proses belajar-mengajar. Tapi menurut saya, seorang guru tidak pantas berkata seperti itu. Apalagi, melihat kinerja beliau sebagai guru kurang memuaskan.
Jadi menurut saya, menjadi seorang guru itu bukan perkara menjadi seorang pegawai negeri dengan upah kerja yang enak. Terlepas dari itu, kesuksesan seorang guru toh tidak dinilai dari tinggi-rendahnya uah kerja yang diterima. Menurut saya, kesuksesan seorang guru adalah ketika beliau dinilai menyenangkan oleh anak didiknya, bisa berbagi informasi dan menerima masukan dari muridnya, serta yang lebih penting adalah jika apa yang diajarkannya mampu membentuk seorang siswa menjadi seorang ‘bintang’ dalam bidang yang diajarkannya. Intinya, kesuksesan seorang murid, adalah kesuksesan besar bagi gurunya.
Itulah susahnya. Mengingat saya belum bisa menjadi sosok yang baik untuk dijadikan panutan, dan masih sangat banyak minus saya dalam kesabaran berbagi ilmu dengan orang lain, maka sah-sah saja jika saya menolak bekerja menjadi guru. Tapi, bukankah semua orang kelak juga akan menjadi guru bagi anak-anaknya ? :)
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan jejak :)